METODE QIRO’ATIL QUR’AN
WAQOF DAN IBTIDA’
Disusun Oleh:
1. Ahmad Shohib
1. Ahmad Shohib
2. Aminatun
Zuhiyah
3. Genesis Sadhora Firdaus
4. Nasroh Nur Fadoli
Pembimbing: Muhdir, M.Pd.I
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ‘ULAMA
(IAINU) KEBUMEN
2015
KATA PENGANTAR
Dengan
nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad SAW adalah utusan-Nya.
Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, sholawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabat-sahabatnya.
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Qiro’atil Qur’an pada bab
Waqof dan Ibtida’.
Kami menyadari bahwa keterbatasan
pengetahuan dan pemahaman kami tentang waqof dan ibtida’, menjadikan
keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang lebih dalam tentang
masalah ini.Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan tentang tanda waqaf (tanda-tanda berhenti dan
tempatnya) dan ibtida’ (memulai bacaan) berperan penting di dalam tatacara
membaca al-Qur’an, dalam rangka menjaga validitas makna ayat-ayat al-Qur’an,
dan menghindari kesamaran serta agar tidak jatuh ke dalam kesalahan. Dan
pengetahuan ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang ilmu bahasa Arab
(dengan berbagai macam cabangnya), ilmu Qiro’at, dan ilmu Tafsir, sehingga
tidak merusak makna ayat.
Seorang pembaca al-Qur’an diibaratkan sebagai seorang
musafir, dan titik-titik atau tempat di mana seorang pembaca berhenti
diibaratkan sebagai tempat peristirahatan baginya.
Manusia berbeda-beda dalam hal waqaf. Di antara mereka ada
yang menjadikan tempat waqaf sesuai dengan panjang nafasnya. Sebagian yang lain
menjadikannya pada setiap penghujung ayat. Dan yang paling pertengahan adalah
bahwa terkadang waqaf berada di tengah ayat, sekalipun yang lebih dominan
adalah di akhir-akhir ayat. Dan tidak setiap akhir ayat ada waqaf (tempat untuk
berhenti), akan tetapi yang dijadikan ukuran adalah makna dan nafas
mengikutinya.
Dan seorang pembaca, apabila sampai pada tempat waqaf
sedangkan nafasnya masih kuat untuk sampai pada tempat waqaf berikutnya maka
boleh baginya untuk melewatinya (tidak berhenti) dan berhenti pada waqaf
setelahnya. Namun jika nafasnya tidak sampai ke waqaf berikutnya maka hendaknya
ia tidak melewati waqaf tersebut (hendaknya berhenti pada tempat waqaf pertama)
Seperti seorang musafir, jika menemukan tempat persinggahan
yang subur, teduh, banyak makanan dan dia tahu bahwa jika ia melewatinya (tidak
singgah di sana) ia tidak akan sampai pada persinggahan berikutnya, dan ia
perlu untuk singgah di tempat yang tandus, yang tidak ada apa-apanya (tidak
teduh, tidak ada makanan dll), maka yang lebih baik bagi orang itu adalah ia
tidak melewati persinggahan yang subur tersebut. Maka jika seorang pembaca
al-Qur’an tidak mampu meneruskan bacaan disebabkan pendeknya nafas, atau ketika
waqaf pada tempat yang dimakruhkan untuk waqaf maka hendaknya dia memulainya
dari awal kalimat (ayat) supaya maknanya bersambung antara satu dengan yang
lain, dan supaya mulainya bacaan setelahnya tidak mengakibatkan kerancuan
(makna yang kurang tepat).
{لَّقَدْ سَمِعَ
اللّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُواْ} (181)
”Sesungguhnya Allah telah mendengar
perkataan orang-orang yang mengatakan:”….” (QS. Ali ‘Imraan: 181)
Maka jika seseorang memulai bacaan
dengan:
{إِنَّ اللّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاء}
”Sesungguhnya Allah miskin dan kami
kaya….” (QS. Ali ‘Imraan: 181)
Maka ia telah berbuat kesalahan
dengan memuali bacaan pada kata tersebut.
B. Rumusan
Masalah
a.
Apa pengertian Waqaf dan ibtida’?
b.
Ada berapa pembagian waqaf dan ibtida’?
c.
Apa saja macam-macam tanda baca waqaf?
d.
Bagaimana cara berwaqaf yang baik?
C. Tujuan
a.
Dapat mengetahui pengertian waqaf dan ibtida’.
b.
Dapat mengetahui pembagian waqaf dan ibtida’.
c.
Mengetahui macam-macam tanda baca waqaf.
d.
Dapat mengetahui cara berwwaqaf yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Waqaf
Waqaf dari sudut bahasa ialah berhenti atau menahan, manakala dari
sudut istilah tajwid ialah menghentikan bacaan sejenak dengan memutuskan suara
di akhir perkataan untuk bernapas dengan niat ingin menyambungkan kembali
bacaan.
Kata al-Waqaf
biasa dipakai untuk dua makna, makna yang pertama adalah titik
atau tanda di mana seseorang yang membaca al-Qur’an
diam (menghentikan bacaannya) pada tanda tersebut.Makna yang kedua
adalah tempat-tempat (posisi) yang ditunjukkan oleh para imam ahli Qir’at.
Dengan demikian setiap tempat (posisi) dari tempat-tempat tersebut dinamakan
waqaf, sekalipun seorang pembaca al-Qur’an tidak berhenti di tempat (posisi)
tersebut.
Waqaf juga bisa
diartikan memberhentikan suara (ketika membaca Al-Quran) sebentar pada suatu
kalimat untuk mengambil (menarik) nafas dengan niat untuk melanjutkan bacaan
al-Qur’an lagi dan tidak ada tujuan untuk menghentikan bacaan al-Qur’an
sama sekali.
Perlu
kita mengenal istilah-istilah terkait dengan membaca Al-Qur’an dan menghentikan bacaan sebagai berikut :
1. Iftitah [ اِفْتِتَاح ] adalah pembukaan dalam bacaan
Al-Qur’an yang diawali dengan membaca isti’adzah, basmalah, lalu
diteruskan dengan membaca ayat.
2. Waqaf [ وَقَفْ ] adalah menghentikan bacaan atau suara sejenak pada akhir suku kata untuk mengambil nafas dengan maksud hendak melanjutkan bacaan pada ayat berikutnya.
3. Ibtida’ [ اِبْتِدَاء ] adalah memulai bacaan kembali sesudah waqaf dari awal suku kata pada ayat berikutnya.
4. Qatha’ [ قَطَعْ ] adalah mengakhiri bacaan Al-Qur’an dengan memotong bacaan sama sekali. Dan apabila hendak membuka bacaan kembali sesudah melakukan qatha’, disunahkan membaca isti’adzah lagi.
Perhatikan contoh berikut ini :
اَعُـوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّـيْطَانِ الـرَّجِـيْمِ - بِسْـــمِ اللهِ الـرَّحْـمَنِ الـرَّحِـيْمِ
2. Waqaf [ وَقَفْ ] adalah menghentikan bacaan atau suara sejenak pada akhir suku kata untuk mengambil nafas dengan maksud hendak melanjutkan bacaan pada ayat berikutnya.
3. Ibtida’ [ اِبْتِدَاء ] adalah memulai bacaan kembali sesudah waqaf dari awal suku kata pada ayat berikutnya.
4. Qatha’ [ قَطَعْ ] adalah mengakhiri bacaan Al-Qur’an dengan memotong bacaan sama sekali. Dan apabila hendak membuka bacaan kembali sesudah melakukan qatha’, disunahkan membaca isti’adzah lagi.
Perhatikan contoh berikut ini :
اَعُـوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّـيْطَانِ الـرَّجِـيْمِ - بِسْـــمِ اللهِ الـرَّحْـمَنِ الـرَّحِـيْمِ
قُلْ اَعُوْ
ذُ بِرَبِّ النَّاس . مَلِكِ النَّاس . اِلهِ النَّاس . مِنْ شَرِّ الوَسْوَاسِ
الخَنَّاس . الَّذِى يُوَسْوِسُفِى صُدُوْرِالنَّاس . مِنَ الجِنَّةِ وَالنَّاس .
B.
Pembagian Waqaf
Waqaf dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. WAQAF IKHTIBARI (menguji
atau mencoba). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan untuk menguji qari’ atau
menjelaskan agar diketahui cara waqaf dan ibtida’ yang sebenarnya. Waqaf ini
dibolehkan hanya dalam proses belajar mengajar, yang sebenarnya tidak boleh
waqaf menurut kaidah ilmu tajwid.
2. WAQAF IDHTHIRARI (terpaksa). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan dalam keadaan terpaksa, mungkin karena kehabisan nafas, batuk atau bersin dan lain sebagainya. Apabila terjadi waqaf ini, hendaklah mengulang dari kata tempat berhenti atau kata sebelumya yang tidak merusak arti yang dimaksud oleh ayat.
3. WAQAF INTIZHARI (menunggu). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada kata yang diperselisihkan oleh ulama’ qiraat antara boleh dan tidak boleh waqaf. Untuk menghormati perbedaan pendapat itu, sambil menunggu adanya kesepakatan, sebaiknya waqaf pada kata itu, kemudian diulangi dari kata sebelumnya yang tidak merusak arti yang dimaksud oleh ayat, dan diteruskan sampai tanda waqaf berikutnya. Dengan demikian terwakili dua pendapat yang berbeda itu.
4. WAQAF IKHTIARI (pilihan). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada kata yang dipilih, disengaja dan direncanakan, bukan karena ada sebab-sebab lain.
Waqaf Ikhtiari dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Waqaf Tam (sempurna). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang sudah sempurna, baik menurut tata bahasa maupun arti. Pada umumnya terdapat pada akhir ayat dan di akhir keterangan, cerita atau kisah. Dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan ayat berikutnya. Seperti waqaf pada الْمُفْلِحُوْنَ dalam ayat berikut :
اُولئِكَ عَلَى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ وَاُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ [ البقرة : 5]
- Waqaf Tam bisa terjadi sebelum habisnya ayat, seperti waqaf pada kata اَذِلَّةٍ dalam ayat :
قَالَتْ اِنَّ الْمُلُوْكَ اِذَا دَخَلُوْا قَرْيَةً اَفْسَدُوْهَاوَجَعَلُوا اَعِزَّةَ اَهْلِهَا اَذِلَّةٍ وقف وِكَذَالِكَ يَفْعَلُوْنَ [ النمل : 34 ]
- Waqaf Tam terkadang terjadi pada pertengahan ayat, seperti waqaf pada kata اِذْ جَاءَ نِيْ dalam ayat :
لَقَدْ اَضَلَّنِيْ عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَاِذْ جَاءَ نِيْ وقف وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلإِنْسَانِ خَذُوْلاً [الفرقان :29]
- Dan waqaf Tam dapat terjadi pula sesudah habis ayat tambah sedikit, seperti waqaf pada kata وَبِاللَّيْلِ dalam ayat :
وَاِنَّكُمْ لَتَمُرُّوْنَ عَلَيْهِمْ مُصْبِحِيْنَ☼ وَبِاللَّيْلْ وقف اَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ [ الصفات : 137 - 138]
b. Waqaf Kafi (cukup). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang menurut tata bahasa sudah dianggap cukup, tetapi dari segi arti, cerita atau kisah masih ada kaitannya dengan ayat berikutnya. Seperti waqaf pada ☼يُوْقِنُوْنَ dalam ayat berikut :
2. WAQAF IDHTHIRARI (terpaksa). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan dalam keadaan terpaksa, mungkin karena kehabisan nafas, batuk atau bersin dan lain sebagainya. Apabila terjadi waqaf ini, hendaklah mengulang dari kata tempat berhenti atau kata sebelumya yang tidak merusak arti yang dimaksud oleh ayat.
3. WAQAF INTIZHARI (menunggu). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada kata yang diperselisihkan oleh ulama’ qiraat antara boleh dan tidak boleh waqaf. Untuk menghormati perbedaan pendapat itu, sambil menunggu adanya kesepakatan, sebaiknya waqaf pada kata itu, kemudian diulangi dari kata sebelumnya yang tidak merusak arti yang dimaksud oleh ayat, dan diteruskan sampai tanda waqaf berikutnya. Dengan demikian terwakili dua pendapat yang berbeda itu.
4. WAQAF IKHTIARI (pilihan). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada kata yang dipilih, disengaja dan direncanakan, bukan karena ada sebab-sebab lain.
Waqaf Ikhtiari dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Waqaf Tam (sempurna). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang sudah sempurna, baik menurut tata bahasa maupun arti. Pada umumnya terdapat pada akhir ayat dan di akhir keterangan, cerita atau kisah. Dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan ayat berikutnya. Seperti waqaf pada الْمُفْلِحُوْنَ dalam ayat berikut :
اُولئِكَ عَلَى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ وَاُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ [ البقرة : 5]
- Waqaf Tam bisa terjadi sebelum habisnya ayat, seperti waqaf pada kata اَذِلَّةٍ dalam ayat :
قَالَتْ اِنَّ الْمُلُوْكَ اِذَا دَخَلُوْا قَرْيَةً اَفْسَدُوْهَاوَجَعَلُوا اَعِزَّةَ اَهْلِهَا اَذِلَّةٍ وقف وِكَذَالِكَ يَفْعَلُوْنَ [ النمل : 34 ]
- Waqaf Tam terkadang terjadi pada pertengahan ayat, seperti waqaf pada kata اِذْ جَاءَ نِيْ dalam ayat :
لَقَدْ اَضَلَّنِيْ عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَاِذْ جَاءَ نِيْ وقف وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلإِنْسَانِ خَذُوْلاً [الفرقان :29]
- Dan waqaf Tam dapat terjadi pula sesudah habis ayat tambah sedikit, seperti waqaf pada kata وَبِاللَّيْلِ dalam ayat :
وَاِنَّكُمْ لَتَمُرُّوْنَ عَلَيْهِمْ مُصْبِحِيْنَ☼ وَبِاللَّيْلْ وقف اَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ [ الصفات : 137 - 138]
b. Waqaf Kafi (cukup). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang menurut tata bahasa sudah dianggap cukup, tetapi dari segi arti, cerita atau kisah masih ada kaitannya dengan ayat berikutnya. Seperti waqaf pada ☼يُوْقِنُوْنَ dalam ayat berikut :
اُولئِكَ عَلَى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِم
وَاُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ☼
وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَا اُنْزِلَ مِن قَبْلِكَ ج وَبِالأَخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ ☼
وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَا اُنْزِلَ مِن قَبْلِكَ ج وَبِالأَخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ ☼
[ [ البقرة : 4 – 5
3. Waqaf Hasan (baik). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang sudah dianggap baik menurut tata bahasa, tetapi masih ada kaitan dengan ayat berikutnya, baik dari segi arti maupun tata bahasa. Seperti waqaf pada ☼ الْعَالَمِـيْن dalam ayat berikut :
اَلْحَمْـدُ للهِ رَبِّ الْعَـالَمِـيْنَ☼ اَلرَّحْمـنِ الرَّحِيْـمِ ☼ مَـالِكِ يَوْمِ الدِّيْن
4. Waqaf Qabih (buruk). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang menurut tata bahasa tergolong buruk dan bahkan merusak arti atau maksud dari makna ayat yang sebenarnya. Seperti waqaf pada ☼ لِلْمُصَلِّيْن dalam ayat berikut :
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ ☼ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَ تِهِمْ سَاهُوْنَ
Waqaf pada ☼ لِلْمُصَلِّيْنَ akan merusak arti atau maksud ayat. Maksud dari ayat adalah : “Neraka itu untuk orang-orang yang melalaikan shalat” Ketika waqaf pada ☼ لِلْمُصَلِّيْن , maka maksud ayat lalu berubah menjadi :
“Neraka itu untuk orang-orang yang mengerjakan shalat"
3. Waqaf Hasan (baik). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang sudah dianggap baik menurut tata bahasa, tetapi masih ada kaitan dengan ayat berikutnya, baik dari segi arti maupun tata bahasa. Seperti waqaf pada ☼ الْعَالَمِـيْن dalam ayat berikut :
اَلْحَمْـدُ للهِ رَبِّ الْعَـالَمِـيْنَ☼ اَلرَّحْمـنِ الرَّحِيْـمِ ☼ مَـالِكِ يَوْمِ الدِّيْن
4. Waqaf Qabih (buruk). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang menurut tata bahasa tergolong buruk dan bahkan merusak arti atau maksud dari makna ayat yang sebenarnya. Seperti waqaf pada ☼ لِلْمُصَلِّيْن dalam ayat berikut :
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ ☼ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَ تِهِمْ سَاهُوْنَ
Waqaf pada ☼ لِلْمُصَلِّيْنَ akan merusak arti atau maksud ayat. Maksud dari ayat adalah : “Neraka itu untuk orang-orang yang melalaikan shalat” Ketika waqaf pada ☼ لِلْمُصَلِّيْن , maka maksud ayat lalu berubah menjadi :
“Neraka itu untuk orang-orang yang mengerjakan shalat"
C. Cara Berwaqaf
Waqaf dalam membaca Al-Qur’an dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut, yaitu :
Waqaf dalam membaca Al-Qur’an dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut, yaitu :
1. Akhir suku kata dimatikan dalam bacaan apabila
berharakat fathah, kasrah, dhammah, kasratain atau dhammatain [ ـَ ـِ ـُ ـٌ ـٍ ] Contoh :
سَقَرَ dibaca سَقَرْ
سَقَرَ dibaca سَقَرْ
نُذُرِ dibaca نُذُرْ
اَحْسَنُ dibaca اَحْسَنْ
تَخَوُّفٍ dibaca تَخَوُّفْ
اَشِرَ dibaca اَشِرْ
2. Akhir suku kata dimatikan [ ـْ ]dalam bacaan apabila berharakat : Fathah, kasrah atau dammah yang sebelumnya ada Alif [ا ـَ ـِ ـُ ] seperti :
☼ الْحِسَابَ ☼ الْحِسَابِ ☼ الْحِسَابُ dibaca الحِسَا بْ
اِيَّايَ dibaca اِيَّايْ
2. Akhir suku kata dimatikan [ ـْ ]dalam bacaan apabila berharakat : Fathah, kasrah atau dammah yang sebelumnya ada Alif [ا ـَ ـِ ـُ ] seperti :
☼ الْحِسَابَ ☼ الْحِسَابِ ☼ الْحِسَابُ dibaca الحِسَا بْ
اِيَّايَ dibaca اِيَّايْ
خَطَايَايَ dibaca خَطَايَايْ
- Fathah sebelumnya ada Wa [ وْ ـَ ] seperti : ☼ يُنْصَرُوْنَ dibaca ☼ يُنْصَرُوْنْ
- Fathah, kasrah atau dhammah sebelumnya ada Ya’ mati, [يْ ـُ ـِ ـَ ] , seperti :
- Fathah sebelumnya ada Wa [ وْ ـَ ] seperti : ☼ يُنْصَرُوْنَ dibaca ☼ يُنْصَرُوْنْ
- Fathah, kasrah atau dhammah sebelumnya ada Ya’ mati, [يْ ـُ ـِ ـَ ] , seperti :
اَلْحَلِيْمَ ☼ اَلْحَلِيْمِ ☼ اَلْحَلِيْم dibaca اَلْحَلِيْمْ
- Dhammatain atau kasratain
sebelumnya ada Ya’mati, [يْ ـٌ ـٍ ]
seperti : حَلِيْمٌ ☼
حَلِيْمٍ dibaca حَلِيْمْ
- Dhammatain atau kasratain sebelumnya ada Waw mati [وْ ـٌ ـٍ ] seperti : غَفُوْرٌ ☼ غَفُوْرٍ dibaca غَفُوْرْ
3. Akhir suku kata berharakat fathatain dan sesudahnya ada huruf Alif [ـً ا] dibaca fathah [ـَ ا], seperti : حَكِيْمًا dibaca حَكِيْمَا
- atau akhir suku kata terdiri dari huruf Hamzah berharakat fathatainn [ءً] dibaca fathah [ءَ] , seperti : مَاءً dibaca مَائَا
- atau akhir suku kata terdiri dari Alif maqshurah dan sebelumnya berharakat fathatain [ ـً ى ] dibaca fathah [ ـَ ى], seperti : مُسَمًّى dibaca مُسَمَّى
4. Akhir suku kata terdiri dari Ta’ Marbuthah [ ـة ـ ة ] dimatikan dan bunyinya berubah menjadi bunyi Ha’ [ ـهْ ـ هْ ] , seperti :
حَامِيَةٌ dibaca حَامِيَهْ
5. Akhir suku kata yang terdiri dari huruf Ha’ berharakat kasrah atau dhammah [ ـهِ ـ ـهُ ] dimatikan [ ـهْ ـ ـهْ ] , seperti :
صَاحِبَتِهِ dibaca صَا حِبَتِهْ
6. Akhir suku kata terdiri dari huruf Mad atau huruf mati, dibaca apa adanya tanpa ada perubahan, seperti :
اَقْفَالُهَا tetap dibaca اَقْفَالُهَاْ ,
- Dhammatain atau kasratain sebelumnya ada Waw mati [وْ ـٌ ـٍ ] seperti : غَفُوْرٌ ☼ غَفُوْرٍ dibaca غَفُوْرْ
3. Akhir suku kata berharakat fathatain dan sesudahnya ada huruf Alif [ـً ا] dibaca fathah [ـَ ا], seperti : حَكِيْمًا dibaca حَكِيْمَا
- atau akhir suku kata terdiri dari huruf Hamzah berharakat fathatainn [ءً] dibaca fathah [ءَ] , seperti : مَاءً dibaca مَائَا
- atau akhir suku kata terdiri dari Alif maqshurah dan sebelumnya berharakat fathatain [ ـً ى ] dibaca fathah [ ـَ ى], seperti : مُسَمًّى dibaca مُسَمَّى
4. Akhir suku kata terdiri dari Ta’ Marbuthah [ ـة ـ ة ] dimatikan dan bunyinya berubah menjadi bunyi Ha’ [ ـهْ ـ هْ ] , seperti :
حَامِيَةٌ dibaca حَامِيَهْ
5. Akhir suku kata yang terdiri dari huruf Ha’ berharakat kasrah atau dhammah [ ـهِ ـ ـهُ ] dimatikan [ ـهْ ـ ـهْ ] , seperti :
صَاحِبَتِهِ dibaca صَا حِبَتِهْ
6. Akhir suku kata terdiri dari huruf Mad atau huruf mati, dibaca apa adanya tanpa ada perubahan, seperti :
اَقْفَالُهَا tetap dibaca اَقْفَالُهَاْ ,
فَسَقُوْا tetap dibaca فَسَقُوْا ,
عَلَيْهِمْ tetap dibaca لَيَطْغَى
عَلَيْهِمْ tetap dibaca لَيَطْغَى
7. Akhir suku kata terdiri dari huruf hidup, sedangkan sebelumnya terdapat huruf mati seperti dalam kurung [ ـْ ـَ / ـْ ـِ / ـْ ـُ ] maka huruf akhir suku kata itu dimaitkan seperti dalam kurung [ ـْ ـْ / ـْ ـْ / ـْ ـْ ] sehingga ada dua huruf mati. Cara mewaqafkan, cukup sekedar bunyi akhir suku kata itu didengar sendiri atau oleh orang yang berdekatan sebagai isyarat bahwa ada huruf mati, sehingga waqaf seperti ini disebut “waqaf isyarat”. Contoh :
وَالْعَصْرِ dibaca وَالْعَصْرْ
7. Akhir suku kata terdiri dari huruf hidup, sedangkan sebelumnya terdapat huruf mati seperti dalam kurung [ ـْ ـَ / ـْ ـِ / ـْ ـُ ] maka huruf akhir suku kata itu dimaitkan seperti dalam kurung [ ـْ ـْ / ـْ ـْ / ـْ ـْ ] sehingga ada dua huruf mati. Cara mewaqafkan, cukup sekedar bunyi akhir suku kata itu didengar sendiri atau oleh orang yang berdekatan sebagai isyarat bahwa ada huruf mati, sehingga waqaf seperti ini disebut “waqaf isyarat”. Contoh :
وَالْعَصْرِ dibaca وَالْعَصْرْ
وَالأَمْـرُ dibaca وَالأَمْـرْ
8. Akhir suku kata bertasydid dimatikan tanpa menghilangkan fungsi tasydidnya, seperti : مِنْـهُنَّ dibaca مِنْـهُنّْ
8. Akhir suku kata bertasydid dimatikan tanpa menghilangkan fungsi tasydidnya, seperti : مِنْـهُنَّ dibaca مِنْـهُنّْ
خلَقَهُنَ dibaca خَلَقَهُنّْ
9. Hamzah di akhir kata yang ditulis di
atas waw [
ؤ ]
dimatikan bila waqaf, dan dibaca pendek bila washal, seperti :
يَـتَـفَـيَّـؤُا bila Waqaf dibaca يَـتَـفَـيَّـأْ - dan bila Washal dibaca يَـتَـفَـيَـؤُا ظِلاَلُهُ (QS.An-Nahl [16] : 48)
- يَـعْـبَــؤُا bila Waqaf dibaca يَـعْـبَـأْ - dan bila Washal dibaca يَـعْـبَـؤُا بِـكُمْ (QS.Al-Furqan [26] : 77)
Demikian pula dalam QS.Yusuf [12] : 84 تَـفْـتَـؤُا , - dalam QS. Thaha يَـدْرَؤُا [20] : 18 اَتَـوَكَّـؤُا ,- dan dalam QS. An-Nur [24] : 8
10. Hamzah di akhir kata yang ditulis di atas waw [ ؤ ] bila waqaf dimatikan sesudah membaca panjang huruf sebelumnya, dan bila washal hamzah dibaca pendek seperti :
Tulisan - عُـلَـمـؤُا bila Waqaf dibaca عُـلَـمَـاءْ - dan bila Washal dibaca عُـلَـمـؤُا بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ QS. Asy-Syu'araa' : [26} :197
Demikian pula dalam QS.Fathir [35] : 28 عُـلَـمـؤُا ,- QS. Ibrahim : الضُّـعَـفـؤُا ,- QS.Yunus [10] : [14] : 21 ,- dan Al-Mu’min [40] : 47 شُـفَـعــؤُا شُـرَكـؤُا ,- QS.Ar-Ruum [30] :13 28
يَـتَـفَـيَّـؤُا bila Waqaf dibaca يَـتَـفَـيَّـأْ - dan bila Washal dibaca يَـتَـفَـيَـؤُا ظِلاَلُهُ (QS.An-Nahl [16] : 48)
- يَـعْـبَــؤُا bila Waqaf dibaca يَـعْـبَـأْ - dan bila Washal dibaca يَـعْـبَـؤُا بِـكُمْ (QS.Al-Furqan [26] : 77)
Demikian pula dalam QS.Yusuf [12] : 84 تَـفْـتَـؤُا , - dalam QS. Thaha يَـدْرَؤُا [20] : 18 اَتَـوَكَّـؤُا ,- dan dalam QS. An-Nur [24] : 8
10. Hamzah di akhir kata yang ditulis di atas waw [ ؤ ] bila waqaf dimatikan sesudah membaca panjang huruf sebelumnya, dan bila washal hamzah dibaca pendek seperti :
Tulisan - عُـلَـمـؤُا bila Waqaf dibaca عُـلَـمَـاءْ - dan bila Washal dibaca عُـلَـمـؤُا بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ QS. Asy-Syu'araa' : [26} :197
Demikian pula dalam QS.Fathir [35] : 28 عُـلَـمـؤُا ,- QS. Ibrahim : الضُّـعَـفـؤُا ,- QS.Yunus [10] : [14] : 21 ,- dan Al-Mu’min [40] : 47 شُـفَـعــؤُا شُـرَكـؤُا ,- QS.Ar-Ruum [30] :13 28
D. Tanda-Tanda Waqaf
NO
|
TANDA
|
NAMA
|
PENJELASAN
|
1
|
م
|
WAQAF
LAZIM
[ وَقَفْ
لاَزِمْ]
|
Tanda mesti berhenti.
|
2
|
لا
|
LA
WAQFA
[ لاَ
وَقْفَ ]
|
Tanda tidak boleh berhenti.
|
3
|
ط
|
WAQAF
MUTHLAQ
[
وَقَفْ مُطْلَقْ ]
|
Tanda sempurna berhenti.
|
4
|
ج
|
WAQAF
JAIZ
[ وَقَفْ
جَائِزْ ]
|
Tanda boleh berhenti dan boleh
terus.
|
5
|
ز
|
WAQAF
MUJAWWAZ
[ مُجَوَّزْ ]
|
Tanda boleh berhenti, terus lebih
baik.
|
6
|
ص
|
WAQAF
MURAKH-KHASH [ وَقَفْ مُرَخَّصْ ]
|
Tanda diringankan (di bolehkan)
berhenti karena mempunyai nafas pendek, terus lebih baik.
|
7
|
قف
|
WAQAF
MUSTAHAB
[وَقَفْ مُسْتَحَبْ ].
|
Tanda berhenti lebih baik, tidak
salah kalau terus.
|
8
|
قلى
|
WAQAF
AULA
[وَقَفْ
اَوْلَى].
|
Tanda berhenti lebih baik.
|
9
|
ق
|
QILA
WAQAF
[ قِيْلَ
وَقَفْ ]
|
Sebagian pendapat, tanda boleh berhenti.
|
10
|
صلى
|
WASHAL
AULA
[وَصَلْ
اَوْلَى]
|
Tanda terus lebih baik.
|
11
|
ك
|
Kadza
lika Muthabiq lima qablahu [كَذَالِكَ مُطَابِقٌ لِمَا قَبْلَهُ ]
|
Tanda berhenti seperti tanda waqaf
sebelumnya.
|
12
|
---
|
WAQAF
MU’ANAQAH
[
وَقَفْ
مُعَانَقَةِ ]
|
Tanda boleh berhenti pada salah
satu titik tiga.
|
13
|
س/سكت
|
SAKTAH [ سَكْتَةْ ]
|
Tanda berhenti sejenak tanpa ambil nafas.
|
E. Pengertian dan Pembagian Ibtida’
Pengertian Ibtida’ adalah Memulai kembali membaca Al-Qur’an
setelah berhenti atau setelah wakaf. Pada umumnya ibtida’ dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:
a.
Ibtida’ yang derbolehkan.
Ibtida’ ini adalah ibtida’ yang memulai bacaan pada kalimat al-Qur’an yang
menerangkan makna/ maksud secara sempurna. Contonya:
الحمد لله ربّ العالمين – قل هو الله
أحد
Serta contoh-contoh dari permulaan ayat-ayat lainnya.
b.
Ibtida’ yang tidak
diperbolehkan. Yaitu ibtida’ (memulai suatu kalimat) yang membuat maknanya
berubah dan menjadi makna/arti yang tidak sebenarnya. Contohnya:
اتخذ الله ولداً (pada ayat
aslinya) وقالوا اتخذ الله ولداً
يد الله مغلولة (pada ayat
aslinya) وقالت اليهود يد الله مغلولة
BAB III
KESIMPULAN
Pengertian Waqaf
adalah memberhentikan suara (ketika membaca Al-Quran) sebentar pada suatu
kalimat untuk mengambil (menarik) nafas dengan niat untuk melanjutkan bacaan
al-Qur’an lagi dan tidak ada tujuan untuk menghentikan bacaan al-ur’an
sama sekali.
Pengertian Ibtida’ adalah
Memulai kembali membaca Al-Qur’an setelah berhenti atau setelah wakaf.
Mengenai tanda tanda waqaf ulama' yang sepuluh banyak yang
tidak sama (khilaf) jadi kita bisa mengikuti salah satunya.
Untuk lebih baiknya kita ikuti ulama' yang masuk pada mutawattir, begitu juga dalam qiroatnya, lebih baik kita ikuti yang mutawattir saja, atau diwaktu kita bersama orang lain (banyak orang) gunakanlah yang mutawattir, hal ini untuk menjaga salah persepsi orang yang mendengarkan kita.
Untuk lebih baiknya kita ikuti ulama' yang masuk pada mutawattir, begitu juga dalam qiroatnya, lebih baik kita ikuti yang mutawattir saja, atau diwaktu kita bersama orang lain (banyak orang) gunakanlah yang mutawattir, hal ini untuk menjaga salah persepsi orang yang mendengarkan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Risalatul
Qurra’ wal Huffad
hee ngopiya......hehe
BalasHapussip