Senin, 28 Desember 2015

Granada, Kota Sejarah Islam di Eropa



Granada, Kota Sejarah Islam di Eropa
Kota Granada terletak disebelah  selatan Kota Madrid, ibu kota Spanyol sekarang. Dalam bahasa Romawi Granada berarti bagus dan indah. Hal ini dikarenakan iklim di Granada sangat bagus. Pada saat kaum muslim menaklukkan Andalusia (sekarang dikenal dengan Spanyol), kota Granada telah selesai dibangun di atas sebuah kota kecil yang bernama Albery. Granada kemudian menjadi ibu kota dari negara Dinasti Bani Ahmar. Granada juga pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam dan kebudayaan Islam. Ketika itu terkenal sekolah Yusufiyah, sekolah Nasriyah dan lembaga-lembaga pendidikan lain. Banyak para pelajar dari daerah-daerah lain berdatangan untuk menuntut ilmu dikota itu. Kebangkitan ilmiah juga bersamaan dengan munculnya ahli ilmu falak  dan Matematika Abul Qasim Al-Maghrity (397H/ 1008 M) yang kemudian mendirikan sekolah matematika terkenal.
Dikota Granada terdapat sebuah Istana yang dikenal dengan nama Istana Al-Hamra. Istana ini dibangun diatas bukit La Sabica. Pada mulanya, Al-Hamra hanyalah sebuah benteng sederhana. Istana Al-Hamra didirikan oleh bangsa Moor (bangsa yang berasal dari Afrika Utara), sebuah kerajaan Islam terakhkir yang berkuasa di Andalusia. Pada masa pemerintahan Badis bin Habbus , Al-Hamra dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Ia juga membuat pagar tinggi di sekeliling bukit itu. Dinamakan Al-Hamra adalah karena batu-batu yang dipakai untuk membangunnya berwarna merah ( Hamra dalam bahasa Arab artinya merah).
 Al-Hamra dibangun kurang lebih tahun 1238-1358 M . Pembangunannya dilakukan secara bertahap. Istana ini dilengkapi dengan taman mirta semacam pohon myrtuscommunis dan juga bunga-bunga yang indah dan harum, serta suasana yang nyaman. Ada juga Hausyus Sibb (Taman Singa), taman yang dikelilingi oleh 128 tiang yang terbuat dari marmer. Di taman ini pula terdapat kolam air mancur yang dihiasi dengan duabelas patung singa yang berbaris melingka, yakni dari mulut patung singa-singa itu keluar air yyang memancar. Didalamnya juga terdapat ruangan yyang indah, yaitu ruangan Al-Hukmi yang merupakan ruangan pengadilan dan dibangun oleh Sultan Yusuf I, ruangan Bani Siraj yang dipenuhi hiasan-hiasan Kaligrafi Arab, ruangan Bersiram, didalamnya terdapat kolam yang lantainya terbuat dari marmer putih, ruangan Dua Perempuan Bersaudara (Baitul Ukhtain) yaitu ruang khusus bagi dua orang saudara perempuan Sultan Al-Ahmar, ruangan Sultan dan masih banyak ruangan lagi.
Adapaula Masjid Jami’ Al-Hamra , yang merupakan masjid paling bagus dan indah. Ini dikarenakan banyaknya marmer yang digunakan dalam pembangunan masjid. Juga rumah sakit-rumah sakit, seperti rumah sakit Granada dan rumah sakit kota.
Granada sebagai kota pusat ilmu pengetahuan, telah mencetak banyak cendekiawan Islam  dalam berbagai disiplin ilmu. Yang terkenal adalah: Imam Syathibi, Lisanudin Al-Khathib, Syarkisthi, Ibnu Zumrak, Muhammad bin Raqqah, Abu Yahya bin Ridwan, Abu Syarrah, Yahya bin Hazil, At-Tajbibi, Asy-Syaquri, Ibnu Zuhr, dan dari kalangan wanita: Hafshah binti Haj, Hamdunahbinti Ziyad dan Zainab.

Cordoba, Saksi bisu Kejayaan Islam di Bumi Eropa



CORDOBA, Saksi Bisu Kejaaan Islam di Eropa
Pada abad peretengahan, Islam mengalami masa kejayaan dengan mengepakkan sayapnya hingga daratan Eropa. Andalusia adalah sebuah nama tempat, yang kini diabadikan menjadi nama provinsi di Spanyol.  Andalusia memiliki sebuah kota yang menjadi sejarah bagi umat Islam. Cordoba. Sebuah kota yang menjadi saksi bisu kejayyaan Islam masa lampau di daratan Eropa.
Pada saat pemerintahan Bani Umayyah II, Cordoba menjadi  ibukota Spanyyol dibawah pemerintahan khalifah Islam. Cordoba pada saat itu, dikenal sebagai kota pusat ilmu pengetahuan, dimana jumlah kunjungan ke perpustakaannya pmencapai 400.000 kunjungan. Cordoba menjadi kota penuh cahaya, karena pada abad pertengahan, Eropa masih dalam masa kegelapan dan kebodohan. Oleh karena itu, Coordoba dikenal sebagai The Greatest Centre of Learning  di Eropa.
Pada saat Cordoba dalam puncak kejayaannya (abad ke 9 dan 10 M), setidaknya terdapat lebih dari 200.000 rumah, 600 masjid, 900 toilet umum, 50 rumah sakit dan sejumlqh pasar besar yang menjadi pusat perdagangan. Peninggalan Islam di Cordoba yang masih ada sampai saat ini adalah Masajid Cordoba (Le Mesquita). Masjid ini pertamakali dibangun pada masa khalifah Abdurrahman I pada tahun 787 dan pembangunannya diteruskan oleh khlaifah-khalifah sesudahnya. Masjid Cordoba memiliki ruangan dalam untuk shalat, berbentuk persegi panjang dan dikelilingi oleh lapangan terbuka. Interiornya bernilai seni arsitektur tinggi, dan didominasi oleh kaligrafi ayat-ayat Al-Qur’an pada bagian dindingnya. Masjid ini ditopang kokoh oleh lebih dari 8500 pilar.


Setelah Islam jatuh, Masjid Cordoba dirombak menjadi sebuah katedral hingga sampai saat ini.  Pada tahun1994, UNESCO telah menetapkan bahwa Masjid Cordoba adalah salah satu tempat peninggalan yang sangat bersejarah dan penting di dunia.
Selain Masjid Cordoba, ada pula Medina Az-Zahra, yang merupakan sebuah kota yang didirikan oleh Khalifah Abdurrahman III dan dilanjutkan oleh Khalifah Al-Hakam II. Kota ini digunakan sebagai pusat pemerintahan Andalusia. Terletak kurang lebih  5 km dari kota Cordoba. Medina Az-ZZahra dibangun secara bertahap meliputi masjid, taman-taman, tempat tinggal khalifah dan pusat pemerintahan.  Bahan bangunannya langsung didatangkan dari Afrika Utara berupa marmer, kayu Ebony, dan material lain yang hampir ditemukan diseluruh bagian Medina. 

Peninggalan lain selan Masjid Cordoba dan Medina Az-Zahra, adalah Toledo. Toledo adalah sebuah kota yang terletak diatas  bukit yang dibawahnya dilalui sungai Tagus. Dulunya, Toledo merupakan ibukota sekaligus pusat pemerintahan kerajaan Ghotic Spanyol yang kemudian berhasil ditaklukkan oleh Thariq bin Ziyad pada sekitar tahun 711-an. Pada masa pemerintahan Islam, antar umat beragama tercipta hubungan yang rukun dan tenteram di kota ini. Masyarakatnya yang terdiri dari kaum Kristen, Islam dan Yahudi, hidup berdampingan dan dijamin kesejahteraan serta keamanannya oleh Khalifah yang berkuasa.

Subhanallah. Itulah Cordoba, sebuah kota yang menjadi saksi bisu kejayaan Islam pada abad pertengahan silam. Semoga saya, dan para pembaca yang budiman, suatu hari nanti bisa mengunjungi kota itu dan membuktikan kebesaran Islam di langit Eropa.

Al- Kindi



AL KINDI, Ilmuwan muslim dalam bidang filsafat

Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq Al-Kindi atau dari Bani Hilal yang negerinya adalah Yaman. Ia adalah filosof Arab dan Islam yang pertama, yang membaca buku-buku filsafat Aristoteles maupun Plato. Al-Kindi lahir di Kufah yang ayahnya adalah seorang penguasa negeri tersebut. Dan sejak kecil  Dan sejak kecil al-Kindi banyak mempelajari ilmu-ilmu agama, bahasa dan sastra, baik di Bashrah, maupun Baghdad, yangbkemudian ia ahli dalam ilmu pasti, ilmu alam, astronomi, kedokteran, geografi, dan music, dengan karya-karya tulisnya yang banyak. Ia banyak membahas filsafat-filsafat Islam maupun Yunani, juga  astronomi, logika dan lain-lain, disamping menterjemahkan buku-buku kedokteran Yunani kedalam bahasa Arab. Dan salah satu diantara pendapatna adalah: Akal akan dapat menetapkan adanya Allah. Al-Kindi pernah menjadi pegawai tinggi dimasa Khalifah Mahdi maupun Harun Ar-Rasyid disamping sebagai seorang pemikir besar ang diakui oleh kaum Muslimin maupun pemikir-pemikir Barat, yang dalam bidang ilmu Tauhid ia masuk kedalam kelompok Mu’tazilah.

Manajemen Hati



MANAJEMEN HATI
Kita pasti pernah mengalami gundah gulana. Tak enak makan, tak enak tidur, tak enak apapun. Keadaan emosi kita pun tidak stabil. Hati kita diliputi rasa sedih, marah, takut dan sebagainya. Tapi apakah saat itu kita berpikir bagaimana cara menyembuhkan kegundahan dalam diri kita? Sebagian mungkin iya, tapi sebagian lagi mungkin tidak. Jika kita pendek akal, mungkin yang terbesit dalam benak kita adalah sesuatu yang mungkin akan menimbulkan efek tidak baik bagi diri kita. Misalnya marah-marah, menyendiri dan tak mau makan, mabuk, judi, atau malah bunuh diri.
Saudara ku yang dirahmati Allah, Ingatlah bahwa cara-cara itu bukan malah menyelesaikan masalah, tapi justru malah menambah masalah. Dengan marahmarah kepada orang lain, maka akan menimbulkan rasa ketidaksukaan orang itu kepada kita, mabuk dan mogok makan justru akan merusak organ tubuh kita, dan yang lebih parah, bunuh diri, akan menimbulkan masalah lagi di akhirat. Kita telah mendahuli takdirnya, bukan surga yang didapat, melainkan neraka yang menyala lah yang akan menjadi tempat kita.  Na’udzubillah…..
Lalu bgaimana cara yang dianjurkan??

Saudara pasti tau lagu Tombo Ati yang dinyanyikan oleh penyanyi Opick.
Tombo ati ana lima perkarane, kaping pisan maca Qur’an lan maknane, kaping pindho sholat engi lakonana, kaping telu ong kang soleh kumpulana, kaping papat, eteng iro ingkang luweh, kaping lima dikir wengi ingkang suwe
Obat hati, ada lima perkaranya, yang pertama baca Qur’an dan maknanya, yang kedua sholat malam dirikanlah, yang ketiga berkumpullah dengan orang sholeh, ang keempat perbanyaklah berpuasa, yang kelima zikir malam berpanjanglah….
Apabila hati kita merasa resah, maka janganlah lupa kepada sang Maha Hidup, yang tak pernah tidur dan selalu mendengar serta melihat keluh kesah hamba-Nya. Alloh swt. jawabannya. Dengan kita mendekatkan diri kepada-Nya, Insya Alloh hati kita akan tenang. Bacalah ayat suci Al-Qur’an dan pahami maknanya. Jangan lupa mintalah petunjuk darai segala masalah yang sedang dihadapi. Percayalah baha Alloh mendengar setiap doa hamba-Nya. Perbanyak pula dzikir serta sholaat kepada Nabi Muhammad saw.
Semoga saya, dan saudara semua termasuk orang yang beruntung dan selalu dalam ketakwaan kepada-Nya. Aaamiin

makalah waqaf dan ibtida'







METODE QIRO’ATIL QUR’AN
WAQOF DAN IBTIDA’



Disusun Oleh: 
1.     Ahmad Shohib
2.      Aminatun Zuhiyah
3.     Genesis Sadhora Firdaus
4.     Nasroh Nur Fadoli
Pembimbing: Muhdir, M.Pd.I
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ‘ULAMA (IAINU) KEBUMEN
2015




KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah utusan-Nya. Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Qiro’atil Qur’an pada bab Waqof dan Ibtida’.
Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentang waqof dan ibtida’, menjadikan keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang lebih dalam tentang masalah ini.Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.


                                   
            Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pengetahuan tentang tanda waqaf (tanda-tanda berhenti dan tempatnya) dan ibtida’ (memulai bacaan) berperan penting di dalam tatacara membaca al-Qur’an, dalam rangka menjaga validitas makna ayat-ayat al-Qur’an, dan menghindari kesamaran serta agar tidak jatuh ke dalam kesalahan. Dan pengetahuan ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang ilmu bahasa Arab (dengan berbagai macam cabangnya), ilmu Qiro’at, dan ilmu Tafsir, sehingga tidak merusak makna ayat.
Seorang pembaca al-Qur’an diibaratkan sebagai seorang musafir, dan titik-titik atau tempat di mana seorang pembaca berhenti diibaratkan sebagai tempat peristirahatan baginya.
Manusia berbeda-beda dalam hal waqaf. Di antara mereka ada yang menjadikan tempat waqaf sesuai dengan panjang nafasnya. Sebagian yang lain menjadikannya pada setiap penghujung ayat. Dan yang paling pertengahan adalah bahwa terkadang waqaf berada di tengah ayat, sekalipun yang lebih dominan adalah di akhir-akhir ayat. Dan tidak setiap akhir ayat ada waqaf (tempat untuk berhenti), akan tetapi yang dijadikan ukuran adalah makna dan nafas mengikutinya.
Dan seorang pembaca, apabila sampai pada tempat waqaf sedangkan nafasnya masih kuat untuk sampai pada tempat waqaf berikutnya maka boleh baginya untuk melewatinya (tidak berhenti) dan berhenti pada waqaf setelahnya. Namun jika nafasnya tidak sampai ke waqaf berikutnya maka hendaknya ia tidak melewati waqaf tersebut (hendaknya berhenti pada tempat waqaf pertama)
Seperti seorang musafir, jika menemukan tempat persinggahan yang subur, teduh, banyak makanan dan dia tahu bahwa jika ia melewatinya (tidak singgah di sana) ia tidak akan sampai pada persinggahan berikutnya, dan ia perlu untuk singgah di tempat yang tandus, yang tidak ada apa-apanya (tidak teduh, tidak ada makanan dll), maka yang lebih baik bagi orang itu adalah ia tidak melewati persinggahan yang subur tersebut. Maka jika seorang pembaca al-Qur’an tidak mampu meneruskan bacaan disebabkan pendeknya nafas, atau ketika waqaf pada tempat yang dimakruhkan untuk waqaf maka hendaknya dia memulainya dari awal kalimat (ayat) supaya maknanya bersambung antara satu dengan yang lain, dan supaya mulainya bacaan setelahnya tidak mengakibatkan kerancuan (makna yang kurang tepat).
{لَّقَدْ سَمِعَ اللّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُواْ} (181)
”Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan:”….” (QS. Ali ‘Imraan: 181)
Maka jika seseorang memulai bacaan dengan:

{إِنَّ اللّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاء}
”Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya….” (QS. Ali ‘Imraan: 181)
Maka ia telah berbuat kesalahan dengan memuali bacaan pada kata tersebut.
B.   Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian Waqaf dan ibtida’?
b.      Ada berapa pembagian waqaf dan ibtida’?
c.       Apa saja macam-macam tanda baca waqaf?
d.      Bagaimana cara berwaqaf yang baik?
C.   Tujuan
a.       Dapat mengetahui pengertian waqaf dan ibtida’.
b.      Dapat mengetahui pembagian waqaf dan ibtida’.
c.       Mengetahui macam-macam tanda baca waqaf.
d.      Dapat mengetahui cara berwwaqaf yang baik.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Waqaf
Waqaf dari sudut bahasa ialah berhenti atau menahan, manakala dari sudut istilah tajwid ialah menghentikan bacaan sejenak dengan memutuskan suara di akhir perkataan untuk bernapas dengan niat ingin menyambungkan kembali bacaan.
Kata al-Waqaf biasa dipakai untuk dua makna, makna yang pertama adalah titik atau tanda di mana seseorang yang membaca al-Qur’an diam (menghentikan bacaannya) pada tanda tersebut.Makna yang kedua adalah tempat-tempat (posisi) yang ditunjukkan oleh para imam ahli Qir’at. Dengan demikian setiap tempat (posisi) dari tempat-tempat tersebut dinamakan waqaf, sekalipun seorang pembaca al-Qur’an tidak berhenti di tempat (posisi) tersebut.
Waqaf  juga bisa diartikan memberhentikan suara (ketika membaca Al-Quran) sebentar pada suatu kalimat untuk mengambil (menarik) nafas dengan niat untuk melanjutkan bacaan al-Qur’an lagi dan tidak ada tujuan untuk menghentikan bacaan al-Qur’an  sama  sekali.
Perlu kita mengenal istilah-istilah terkait dengan membaca Al-Qur’an dan menghentikan bacaan sebagai berikut :
1. Iftitah [ اِفْتِتَاح ] adalah pembukaan dalam bacaan Al-Qur’an yang diawali dengan membaca                                                      isti’adzah, basmalah, lalu diteruskan dengan membaca ayat.

2. Waqaf [
وَقَفْ ] adalah menghentikan bacaan atau suara sejenak pada akhir suku kata untuk mengambil nafas dengan maksud hendak melanjutkan bacaan pada ayat berikutnya.

3. Ibtida’ [
اِبْتِدَاء ] adalah memulai bacaan kembali sesudah waqaf dari awal suku kata pada ayat berikutnya.

4. Qatha’ [
قَطَعْ ] adalah mengakhiri bacaan Al-Qur’an dengan memotong bacaan sama sekali. Dan apabila hendak membuka bacaan kembali sesudah melakukan qatha’, disunahkan membaca isti’adzah lagi.

Perhatikan contoh berikut ini :

اَعُـوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّـيْطَانِ الـرَّجِـيْمِ - بِسْـــمِ اللهِ الـرَّحْـمَنِ الـرَّحِـيْمِ
قُلْ اَعُوْ ذُ بِرَبِّ النَّاس . مَلِكِ النَّاس . اِلهِ النَّاس . مِنْ شَرِّ الوَسْوَاسِ الخَنَّاس . الَّذِى يُوَسْوِسُفِى صُدُوْرِالنَّاس . مِنَ الجِنَّةِ وَالنَّاس .



     
B.     Pembagian Waqaf
Waqaf dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. WAQAF IKHTIBARI (menguji atau mencoba). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan untuk menguji qari’ atau menjelaskan agar diketahui cara waqaf dan ibtida’ yang sebenarnya. Waqaf ini dibolehkan hanya dalam proses belajar mengajar, yang sebenarnya tidak boleh waqaf menurut kaidah ilmu tajwid.

2. WAQAF IDHTHIRARI (terpaksa). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan dalam keadaan terpaksa, mungkin karena kehabisan nafas, batuk atau bersin dan lain sebagainya. Apabila terjadi waqaf ini, hendaklah mengulang dari kata tempat berhenti atau kata sebelumya yang tidak merusak arti yang dimaksud oleh ayat.

3. WAQAF INTIZHARI (menunggu). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada kata yang diperselisihkan oleh ulama’ qiraat antara boleh dan tidak boleh waqaf. Untuk menghormati perbedaan pendapat itu, sambil menunggu adanya kesepakatan, sebaiknya waqaf pada kata itu, kemudian diulangi dari kata sebelumnya yang tidak merusak arti yang dimaksud oleh ayat, dan diteruskan sampai tanda waqaf berikutnya. Dengan demikian terwakili dua pendapat yang berbeda itu.

4. WAQAF IKHTIARI (pilihan). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada kata yang dipilih, disengaja dan direncanakan, bukan karena ada sebab-sebab lain.
Waqaf Ikhtiari dibagi menjadi empat, yaitu:

          a.  Waqaf Tam (sempurna). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang sudah sempurna, baik menurut tata bahasa maupun arti. Pada umumnya terdapat pada akhir ayat dan di akhir keterangan, cerita atau kisah. Dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan ayat berikutnya. Seperti waqaf pada الْمُفْلِحُوْنَ dalam ayat berikut :

اُولئِكَ عَلَى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ  وَاُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ [ البقرة : 5]

- Waqaf Tam bisa terjadi sebelum habisnya ayat, seperti waqaf pada kata
اَذِلَّةٍ dalam ayat :

قَالَتْ اِنَّ الْمُلُوْكَ اِذَا دَخَلُوْا قَرْيَةً اَفْسَدُوْهَاوَجَعَلُوا اَعِزَّةَ اَهْلِهَا اَذِلَّةٍ وقف وِكَذَالِكَ يَفْعَلُوْنَ [ النمل : 34 ]

- Waqaf Tam terkadang terjadi pada pertengahan ayat, seperti waqaf pada kata
اِذْ جَاءَ نِيْ dalam ayat :

لَقَدْ اَضَلَّنِيْ عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَاِذْ جَاءَ نِيْ وقف وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلإِنْسَانِ خَذُوْلاً [الفرقان :29]

- Dan waqaf Tam dapat terjadi pula sesudah habis ayat tambah sedikit, seperti waqaf pada kata
وَبِاللَّيْلِ dalam ayat :

وَاِنَّكُمْ لَتَمُرُّوْنَ عَلَيْهِمْ مُصْبِحِيْنَ☼ وَبِاللَّيْلْ وقف اَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ [ الصفات : 137 - 138]

           b. Waqaf Kafi (cukup). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang menurut tata bahasa sudah dianggap cukup, tetapi dari segi arti, cerita atau kisah masih ada kaitannya dengan ayat berikutnya. Seperti waqaf pada يُوْقِنُوْنَ dalam ayat berikut :

اُولئِكَ عَلَى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِم  وَاُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ  
وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَا اُنْزِلَ مِن  قَبْلِكَ ج وَبِالأَخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ ☼
[ [ البقرة : 4 – 5

           3. Waqaf Hasan (baik). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang sudah dianggap baik menurut tata bahasa, tetapi masih ada kaitan dengan ayat berikutnya, baik dari segi arti maupun tata bahasa. Seperti waqaf pada ☼ الْعَالَمِـيْن dalam ayat berikut :

اَلْحَمْـدُ للهِ رَبِّ الْعَـالَمِـيْنَ☼ اَلرَّحْمـنِ الرَّحِيْـمِ ☼ مَـالِكِ يَوْمِ الدِّيْن    

          4. Waqaf Qabih (buruk). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang menurut tata bahasa tergolong buruk dan bahkan merusak arti atau maksud dari makna ayat yang sebenarnya. Seperti waqaf pada لِلْمُصَلِّيْن dalam ayat berikut :  

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ ☼ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَ تِهِمْ سَاهُوْنَ

Waqaf pada
لِلْمُصَلِّيْنَ akan merusak arti atau maksud ayat. Maksud dari ayat adalah : “Neraka itu untuk orang-orang yang melalaikan shalat” Ketika waqaf pada لِلْمُصَلِّيْن , maka maksud ayat lalu berubah menjadi :
“Neraka itu untuk orang-orang yang mengerjakan shalat"


C.    Cara Berwaqaf
Waqaf dalam membaca Al-Qur’an dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut, yaitu :
1.  Akhir suku kata dimatikan dalam bacaan apabila berharakat fathah, kasrah, dhammah, kasratain atau dhammatain [ ـَ ـِ ـُ ـٌ ـٍ ] Contoh :
سَقَرَ  dibaca        سَقَرْ
 نُذُرِ           dibaca        نُذُرْ 
  اَحْسَنُ      dibaca       اَحْسَنْ
 تَخَوُّفٍ       dibaca          تَخَوُّفْ            
  اَشِرَ         dibaca       اَشِرْ   

2. Akhir suku kata dimatikan
[ ـْ ]dalam bacaan apabila berharakat : Fathah, kasrah atau dammah yang sebelumnya ada Alif [ا ـَ ـِ ـُ ] seperti :

الْحِسَابَ ☼ الْحِسَابِ ☼ الْحِسَابُ  dibaca  الحِسَا بْ
اِيَّايَ           dibaca       اِيَّايْ  
خَطَايَايَ      dibaca        خَطَايَايْ

- Fathah sebelumnya ada Wa
[ وْ ـَ ] seperti : يُنْصَرُوْنَ dibaca ☼ يُنْصَرُوْنْ

- Fathah, kasrah atau dhammah sebelumnya ada Ya’ mati,
[يْ ـُ ـِ ـَ ] , seperti :
اَلْحَلِيْمَ ☼ اَلْحَلِيْمِ     اَلْحَلِيْم   dibaca   اَلْحَلِيْمْ
- Dhammatain atau kasratain sebelumnya ada Ya’mati, [يْ ـٌ ـٍ ] seperti :                           حَلِيْمٌ ☼ حَلِيْمٍ           dibaca        حَلِيْمْ

- Dhammatain atau kasratain sebelumnya ada Waw mati
[وْ ـٌ ـٍ ] seperti :                           غَفُوْرٌ ☼ غَفُوْرٍ             dibaca        غَفُوْرْ

3. Akhir suku kata berharakat fathatain dan sesudahnya ada huruf Alif
[ـً ا] dibaca fathah    [ـَ ا], seperti : حَكِيْمًا        dibaca                      حَكِيْمَا

- atau akhir suku kata terdiri dari huruf Hamzah berharakat fathatainn
[ءً] dibaca fathah [ءَ] , seperti :   مَاءً         dibaca        مَائَا

- atau akhir suku kata terdiri dari Alif maqshurah dan sebelumnya berharakat fathatain
[ ـً ى ] dibaca fathah [ ـَ ى], seperti : مُسَمًّى dibaca  مُسَمَّى

4. Akhir suku kata terdiri dari Ta’ Marbuthah
[ ـة ـ ة ] dimatikan dan bunyinya berubah menjadi bunyi Ha’ [ ـهْ ـ هْ ] , seperti :
 
حَامِيَةٌ            dibaca                        حَامِيَهْ

5. Akhir suku kata yang terdiri dari huruf Ha’ berharakat kasrah atau dhammah
[ ـهِ ـ ـهُ ] dimatikan [ ـهْ ـ ـهْ ] , seperti :

صَاحِبَتِهِ         dibaca        صَا حِبَتِهْ                     

6. Akhir suku kata terdiri dari huruf Mad atau huruf mati, dibaca apa adanya tanpa ada perubahan, seperti :

 
اَقْفَالُهَا tetap dibaca اَقْفَالُهَاْ ,
 فَسَقُوْا tetap dibaca  فَسَقُوْا ,
 عَلَيْهِمْ tetap dibaca  لَيَطْغَى
 عَلَيْهِمْ tetap dibaca  لَيَطْغَى

7. Akhir suku kata terdiri dari huruf hidup, sedangkan sebelumnya terdapat huruf mati seperti dalam kurung
[ ـْ ـَ / ـْ ـِ / ـْ ـُ ] maka huruf akhir suku kata itu dimaitkan seperti dalam kurung [ ـْ ـْ / ـْ ـْ / ـْ ـْ ] sehingga ada dua huruf mati. Cara mewaqafkan, cukup sekedar bunyi akhir suku kata itu didengar sendiri atau oleh orang yang berdekatan sebagai isyarat bahwa ada huruf mati, sehingga waqaf seperti ini disebut “waqaf isyarat”. Contoh :

وَالْعَصْرِ      dibaca وَالْعَصْرْ               
 وَالأَمْـرُ      dibaca    وَالأَمْـرْ

8. Akhir suku kata bertasydid dimatikan tanpa menghilangkan fungsi tasydidnya, seperti :
مِنْـهُنَّ                dibaca مِنْـهُنّْ  
خلَقَهُنَ        dibaca        خَلَقَهُنّْ


9. Hamzah di akhir kata yang ditulis di atas waw [ ؤ ] dimatikan bila waqaf, dan dibaca pendek bila washal, seperti :

 يَـتَـفَـيَّـؤُا  bila Waqaf dibaca يَـتَـفَـيَّـأْ - dan bila Washal dibaca يَـتَـفَـيَـؤُا ظِلاَلُهُ (QS.An-Nahl [16] : 48)

 -
يَـعْـبَــؤُا   bila Waqaf dibaca  يَـعْـبَـأْ - dan bila Washal dibaca يَـعْـبَـؤُا بِـكُمْ (QS.Al-Furqan [26] : 77)

Demikian pula dalam QS.Yusuf [12] : 84
تَـفْـتَـؤُا , - dalam QS. Thaha  يَـدْرَؤُا [20] : 18 اَتَـوَكَّـؤُا ,- dan dalam QS. An-Nur [24] : 8 

10. Hamzah di akhir kata yang ditulis di atas waw
[ ؤ ] bila waqaf dimatikan sesudah membaca panjang huruf sebelumnya, dan bila washal hamzah dibaca pendek seperti :

Tulisan -
عُـلَـمـؤُا bila Waqaf dibaca   عُـلَـمَـاءْ - dan bila Washal dibaca عُـلَـمـؤُا بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ QS. Asy-Syu'araa' : [26} :197

Demikian pula dalam QS.Fathir [35] : 28
عُـلَـمـؤُا ,- QS. Ibrahim :  الضُّـعَـفـؤُا ,- QS.Yunus [10] : [14] : 21 ,- dan Al-Mu’min [40] : 47   شُـفَـعــؤُا  شُـرَكـؤُا ,- QS.Ar-Ruum [30] :13  28 

D.    Tanda-Tanda Waqaf


NO
TANDA
NAMA
PENJELASAN
1
م
WAQAF LAZIM  [ وَقَفْ لاَزِمْ]
Tanda mesti berhenti.
2
لا
LA WAQFA  [ لاَ وَقْفَ ]
Tanda tidak boleh berhenti.
3
ط
WAQAF MUTHLAQ 
[ وَقَفْ مُطْلَقْ ]
Tanda sempurna berhenti.
4
ج
WAQAF JAIZ  [ وَقَفْ جَائِزْ ]
Tanda boleh berhenti dan boleh terus.
5
ز
WAQAF MUJAWWAZ 
 [ مُجَوَّزْ ]
Tanda boleh berhenti, terus lebih baik.
6
ص
WAQAF MURAKH-KHASH  [ وَقَفْ مُرَخَّصْ ]
Tanda diringankan (di bolehkan) berhenti karena mempunyai nafas pendek, terus lebih baik.
7
قف
WAQAF MUSTAHAB  
[وَقَفْ مُسْتَحَبْ ].
Tanda berhenti lebih baik, tidak salah kalau terus.

8
قلى
WAQAF AULA  [وَقَفْ اَوْلَى].
Tanda berhenti lebih baik.
9
ق
QILA WAQAF  [ قِيْلَ وَقَفْ ]
 Sebagian pendapat, tanda boleh berhenti.

10
صلى
WASHAL AULA  [وَصَلْ اَوْلَى]
 Tanda terus lebih baik.

11
ك
Kadza lika Muthabiq lima qablahu    [كَذَالِكَ مُطَابِقٌ لِمَا قَبْلَهُ ]
Tanda berhenti seperti tanda waqaf sebelumnya.

12
---
WAQAF MU’ANAQAH 
 [ وَقَفْ مُعَانَقَةِ ]
Tanda boleh berhenti pada salah satu titik tiga.

13
س/سكت
SAKTAH   [ سَكْتَةْ ]
 Tanda berhenti sejenak tanpa ambil nafas.


E.     Pengertian dan Pembagian Ibtida’
Pengertian Ibtida’ adalah Memulai kembali membaca Al-Qur’an setelah berhenti atau setelah wakaf. Pada umumnya ibtida’ dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:
a.       Ibtida’ yang derbolehkan. Ibtida’ ini adalah ibtida’ yang memulai bacaan pada kalimat al-Qur’an yang menerangkan makna/ maksud secara sempurna. Contonya:
الحمد لله ربّ العالمين – قل هو الله أحد         
Serta contoh-contoh dari permulaan ayat-ayat lainnya.
b.      Ibtida’ yang tidak diperbolehkan. Yaitu ibtida’ (memulai suatu kalimat) yang membuat maknanya berubah dan menjadi makna/arti yang tidak sebenarnya. Contohnya:
اتخذ الله ولداً  (pada ayat aslinya)  وقالوا اتخذ الله ولداً
يد الله مغلولة  (pada ayat aslinya)  وقالت اليهود يد الله مغلولة







BAB III
KESIMPULAN
Pengertian Waqaf  adalah memberhentikan suara (ketika membaca Al-Quran) sebentar pada suatu kalimat untuk mengambil (menarik) nafas dengan niat untuk melanjutkan bacaan al-Qur’an lagi dan tidak ada tujuan untuk menghentikan bacaan al-ur’an  sama  sekali.
Pengertian Ibtida’ adalah Memulai kembali membaca Al-Qur’an setelah berhenti atau setelah wakaf.
Mengenai tanda tanda waqaf ulama' yang sepuluh banyak yang tidak sama (khilaf) jadi kita bisa mengikuti salah satunya.
Untuk lebih baiknya kita ikuti ulama' yang masuk pada mutawattir, begitu juga dalam qiroatnya, lebih baik kita ikuti yang mutawattir saja, atau diwaktu kita bersama orang lain (banyak orang) gunakanlah yang mutawattir, hal ini untuk menjaga salah persepsi orang yang mendengarkan kita.














DAFTAR PUSTAKA
Kitab Risalatul Qurra’ wal Huffad