PENGHUJUNG
MAWADDAHKU
Semilir
angin malam menyergap dan menusuk hingga tulang rusuk. Sisa hujan sore tadi
masih tersisa dengan suara lirih gerimis. Hanya ada Faiza dan adiknya, Afnan
didalam sebuah rumah kontrakan kecil itu. Kedua orangtuanya mengadu nasib ke
negeri seberang, karena usaha konveksi dan kios baju milik orangtuanya
bangkrut. Rumah mewah, mobil, motor dan perlengkapan mewah yang dulu mereka
miliki telah mereka jual untuk membayar semua hutang. Hanya ada perlengkapan
rumah tangga seadanya dan sebuah sepeda motor yang biasa digunakan Faiza dan
Afnan untuk berangkat ke sekolah. Dalam gelap malam itu, mereka merindukan
kehadiran kedua orangtuanya. Mereka
ingin agar orangtuanya bisa cepat kembali. Mereka juga akan selalu ingat pesan kedua
orangtuanya sebelum pergi, bahwa mereka harus selalu saling menjaga, menyayangi
dan bersama dalam keadaan apapun.
Embun
pagi menjadi aroma tersendiri bagi alam. Semua orang telah siap untuk menjemput
rezekinya. Dengan berpakaian seragam dan balutan jilbab panjang, Faiza telah
siap untuk berangkat ke sekolah. Dia duduk dibangku kelas XII IPS Madrasah
Aliyah. Sedangkan Afnan masih duduk di bangku kelas X SMK jurusan IT. Keduanya
sama-sama mendapat beasiswa dari pihak sekolah, karena termasuk siswa
berprestasi.
Seperti
biasa, sebelum berangkat ke sekolah Faiza dan Afnan harus mengantar koran
terlebih dahulu dan mengambil gorengan dan kue untuk nantinya mereka jual di
sekolah. Setelah selesai mengantar koran, Faiza langsung mengantar Afnan ke
sekolah dan baru kemuadian ia berangkat dengan sepeda motornya.
Sesampainya
disekolah Faiza langsung mendapat sambutan hangat dari Fatma dan Nina, sahabat
dekatnya sejak masih duduk dibangku Madrasah Tsanawiyah. Fatma dan Nina
mengerti betul keadaan Faiza sekarang. Mereka tahu bahwa Faiza bukan orang yang
suka meminta dan ingin dikasihani, sehingga cara mereka membantu sahabatnya
adalah dengan membantu Faiza menjual dagangannya.
Adalah
sosok Azhar, pemuda tampan, berkharisma dan mantan ketua OSIS di madrasah itu.
Hampir semua gadis mengagumi dan
menyukainya, termasuk Fatma dan Faiza. Banyak gadis yang menyatakan persaannya
pada Azhar, namun tidak ada satupun yang terbalas cintanya. Hanya Fatma yang
kini menjadi obrolan hangat anak-anak karena kedekatannya dengan Azhar. Menurut
mereka Azhar memang cocok dengan Fatma. Azhar seorang pemuda yang tampan,
pintar dan berkharisma, sedangkan Fatma adalah gadis cantik keturunan Arab
bermata lebar dan berhidung mancung. Namun, kabar itu tak pernah dihiraukan
Azhar karena antara dirinya dan Fatma memang tidak ada hubungan apapun. Sedangkan
Faiza, dia tidak terlalu dekat dengan Azhar. Dia juga tidak pernah menceritakan
tentang perasaan yang ia pendam untuk Azhar kepada dua sahabatnya itu. Apalagi
dia tahu betul kalau Fatma juga menyukai Azhar. Hanya Allah saja yang tahu
tentang segala isi hatinya.
Hampir
empat bulan setelah kepergian orangtuanya ke Hongkong, Faiza merasakan ada
perubahan pada adiknya. Sepeda motor yang biasa dibawa olehnya, kini diminta
oleh Afnan. Afnan juga jarang pulang, dengan alasan ada tugas kelompok,
bicaranya pun menjadi sedikit kasar dan terkadang membentak Faiza. Suatu hari,
saat Faiza sedang membersihkan kamar adiknya itu, ia mendapati sebuah botol
yang masih tersisa sedikit alkohol, satu kaleng lem dan sebungkus rokok yang
masih tersisa satu batang. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya.
“Ya
Allah, apa mungkin Afnan........Astaghfirullah, aku nggak boleh su’uzan dulu.
Semoga dugaanku salah. Afnan nggak mungkin mencoba barang haram ini.” Katanya dalam
hati.
Handphone nya berbunyi.
Ada panggilan masuk dari nomor yang ia tidak ketahui.
“Assalamu’alaikum.
Selamat pagi. Betul ini dengan orangtua Afnan?.” Sapa Pak Haryo, Kepala Sekolah
Afnan.
“
Wa’alaikumussalam. Betul, saya kakaknya. Maaf ini siapa ya? “ jawab Faiza.
“ Kami
dari pihak sekolah, saya Pak Haryo Kepala Sekolah SMK IT Tunas Bangsa.
“ Iya
Pak, maaf ada apa ya, Pak?.”
“Afnan
sudah dua minggu tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Apa dia sakit?.”
“ Afnan
dua minggu tidak sekolah, Pak?. Memang sudah tiga hari ini dia tidak pulang
kerumah, katanya ada tugas kelompok yang harus segera diselesaikan. Tetapi
sebelum-sebelumnya dia selalu berangkat ke sekolah, dia juga pamit sama saya,
Pak. “
“ Memang
akhir-akhir ini saya mendapat pengaduan dari guru pengampu kelasnya, kalau
Afnan sering tidak mengikuti pelajaran, dan terakhir dia dipergoki sedang
merokok di belakang sekolah.”
“Astaghfirullah...
“
“ Saya
mohon agar kakak Afnan mau mendampingi
dan menasehati Afnan. Ini demi kebaikan Afnan. Apalagi dia penerima beasiswa.
Kami pihak sekolah tidak bisa mempertahankan beasiswanya kalau Afnan masih
seperti ini.”
“Iya,
Pak. Saya pasti akan nasehati dia. Terimakasih atas infonya, Pak.”
Sore
harinya, Afnan pulang dengan sepeda motornya. Tanpa mengucap salam terlebih
dahulu, ia langsung masuk kedalam rumah. Faiza yang sedang duduk diruang tamu
langsung bertanya kepada Afnan.
“Habis
darimana kamu?.” Tanya Faiza
“Bukan
urusan kakak.” Jawabnya ketus.
“Bukan
urusan kakak kamu bilang? Kamu bolos sekolah dua minggu, ngrokok, ngelem bahkan
mabuk, kamu bilang bukan urusan kakak?”
“ Terus
kenapa kalau aku kaya gitu? Kak, aku udah gede. Aku bukan anak kecil yang bisa diatur
seenak hati kakak. Jadi kakak nggak usah ikut campur urusan aku.” Jawabnya
dengan nada meninggi.
“Astaghfirullah.
Sejak kapan kamu jadi kaya gini Af?” tanya Faiza sambil menangis.
“Aku
udah bosen, Kak. Aku mau pergi dari sini. Kakak nggak usah nyariin aku.” Bentak
Afnan.
Maka,
Afnan pun benar-benar pergi dari rumah dengan sepeda motornya. Faiza hanya bisa
menangis. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ia juga terus mencari dimana
keberadaan Afnan. Namun, hasilnya nol. Kini ia hanya bisa berdoa dan bermunajat
kepada Allah swt. agar adiknya pulang dan dapat kembali menjadi seperti yang
dulu.
Suatu
pagi saat Faiza akan berangkat ke sekolah, ia mendapat telefon dari rumah
sakit, yang memberi tahu bahwa adiknya sedang dirawat dirumah sakit karena
kecelakaan. Faiza segera menuju ke rumah sakit. Ia ingin melihat kondisi
adiknya. Sesampainya disana ia mendapati Afnan masih tergolek lemah dan tidak
sadarkan diri. Kepala, tangan kanan dan
kaki kanannya juga diperban. Dokter mengatakan bahwa Afnan mengalami gegar otak
ringan, namun kaki kanannya patah dan harus dipasang pen. Untuk perawatan dan
pemasangan pen akan menghabiskan biaya sekitar sepuluh juta.
“ Dari
mana aku dapetin uang sebanyak itu? Nggak mungkin aku bilang sama ayah ibu,
nanti mereka pasti akan sedih. Ya Allah, tolonglah hambaMu ini.” Desah Faizah
dalam batinnya.
Siang
harinya, Fatma, Nina dan Azhar menjenguk Afnan dirumah sakit. Faiza juga
menceritakan bahwa ia butuh uang sepuluh juta untuk biaya adiknya. Kali ini
Faiza benar-benar butuh bantuan dari para sahabatnya. Dengan senang hati,
mereka mau membantu Faiza. Dalam waktu dua hari, uang sepuluh juta berhasil
dikumpulkan oleh Fatma, Nina dan Azhar. Mereka menarik sumbangan dari
teman-teman sekolah, pihak sekolah dan orangtua mereka masing-masing. Kini
Afnan bisa menjalani perawatan intensif dan pemasangan pen di kakinya. Tak
lupa, Faiza pun mengucap syukur kepada Allah dan berterimakasih kepada
sahabat-sahabatnya yang sudah banyak membantunya.
Diam-diam
Azhar selalu memperhatikan Faiza. Ada rasa kagum dan perasaan lain dalam
hatinya. Menurutnya, Faiza adalah wanita langka yang pernah ia kenal. Faiza
adalah gadis yang shaleha, pendiam, sabar dan yang pasti dia selalu menjaga
dirinya dari lelaki. Apalagi dia banyak mengetahui tentang Faiza dari Fatma.
Ya, karena kedekatannya dengan Fatma, Fatma sering bercerita tentang Faiza
kepada Azhar. Dari situlah Azhar mulai menyimpan rasa kepada Faiza.
Semenjak kecelakaan yang menimpa Afnan, hubungan dengan
kakaknya kian membaik. Ia juga menyesali kesalahan yang telah ia perbuat. Ia
meminta maaf kepada kakaknya. Ia berjanji tidak akan mengulanginya kembali.
Alangkah mulia hati Faiza, ia sudah memaafkan segala kekhilafan adiknya. Ia
teringat pesan orangtuanya, bahwa ia dan adiknya harus selalu saling menjaga,
menyayangi dan bersama dalam keadaan apapun. Hari-harinya ia sibukkan untuk
merawat Afnan agar Afnan segera pulih dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi.
Ujian Nasional telah selesai dilalui. Kini, Faiza, Fatma,
Nina dan Azhar tinggal menunggu hasil pengumumannya. Rasanya sudah tidak sabar
bagi mereka untuk mengetahui hasil ujian mereka. Waktu yang ditunggu-tunggu pun
tiba. Saat acara pelepasan siswa, mereka dinyatakan lulus. Fatma menduduki
peringkat pertama untu jurusan IPS, Faiza diurutan ketiga, dan Nina diurutan
kelima. Sedangkan Azhar sudah pasti ada di urutan pertama untuk jurusan IPA.
Semua gadis menyoraki dan memberi tepuk tangan yang meriah untuknya. Bahkan
kalimat “ Azhar, I love you” juga sempat terdengar, namun entah siapa yang
melontarkan. Semua orang bergembira dalam acara itu, tapi bagi Faiza, Fatma dan
Nina tidak. Mereka akan berpisah. Fatma mendapat beasiswa kuliah di Australia,
sedangkan Nina akan kuliah di Malaysia mengikuti jejak kakaknya. Tinggalah
Faiza seorang diri yang masih menetap di tempat yang sama. Ia memutuskan untuk
bekerja, agar bisa membantu beban kedua orangtuanya.
Suatu siang saat Faiza sedang menunggu angkutan untuk
pulang, tiba-tiba berhenti seorang lelaki dengan bersepeda motor tepat
didepannya. Lelaki itu ternyata Azhar. Azhar menawarinya boncengan untuk
mengantar hingga kerumahnya. Sebetulnya ia ingin menolak, namun rasa pegal
dikakinya sudah tak bisa ia tahan lebih lama. Ia pun mengiyakan tawaran Azhar.
Jam menunjukkan pukul 14.00 WIB, mereka memutuskan untuk shalat dzuhur terlebih
dahulu karena mereka sama-sama belum menunaikannya. Azhar menjadi imam shalat
bagi Faiza. Selepas shalat jantung Faiza serasa berdegup lebih kencang. Ia tak
menyangka, bahwa ia akan bersama Azhar dalam keadaan seperti ini. Segera ia
beristighfar, ia tak mau setan menggodanya lebih dalam lagi.
Sebelum
mengantarkan Faiza pulang, Azhar meminta Faiza menemaninya ke toko krudung
didekat situ. Ia ingin membeli oleh-oleh untuk ibunya di Aceh. Faiza pun
bersedia menemani dan ikut memilihkan krudung untuk ibu Azhar.
“ Za,
menurut kamu yang ini bagus nggak? Ibuku suka krudung yang lebar, sama kaya
kamu.” Tanya Azhar.
“ Bagus
kok. Warnanya juga cantik. Pasti ibu kamu bakalan cantik banget pake krudung
ini.”
“Oke,oke.
Kalo yang warna pink ini?”
“Menurut
aku, kayanya lebih bagus yang biru ini.” Jawab Faiza.
“Ya
udah. Saya ambil dua ya mba.” Pinta Azhar kepada pelayan toko itu.
Azhar
pun kemudian mengantar Faiza pulang. Ada rasa bahagia saat terakhirnya di
Tangerang, ia bisa mengantar Faiza pulang kerumahnya. Esok harinya ia sengaja membuat
janji untuk bertemu Fatma. Ia meminta maaf kepada Fatma, bahwa ia tidak bisa
membalas cintanya. Ia juga pamit kepada Fatma, bahwa ia akan pulang ke Aceh. Ia
akan kuliah disana. Dengan besar hati, Fatma menerima segala keputusan Azhar.
Ia tahu bahwa rasa cinta tidak bisa dipaksakan. Mungkin Azhar memang bukan
jodohnya. Ada orang lain yang sudah Allah siapkan untuk dirinya.
Suatu pagi saat Faiza sedang menyapu teras rumah, ada seorang
agen pengiriman barang yang mengantar suatu barang kepada Faiza. Tertera di
bungkus barang itu seorang pengirim bernama Azhar. Matanya melebar. Untuk apa
Azhar mengirim barang ini? Faiza pun membuka barang itu. Ternyata sebuah
kerudung berwarna biru yang dibeli Azhar bersamanya dua hari yang lalu. Ia pun
membaca sepucuk surat dari Azhar.
Assalamu’alaikum
wr.wb
Teruntuk:
Faiza.
Faiza,
mungkin saat kiriman ini sampai kepadamu, aku telah berangkat ke Aceh. Aku
pulang ke Aceh dan akan kuliah disana. Maafkan aku jikalau aku pernah
menyakitimu. Aku merasa kagum padamu. Kamu adalah wanita langka yang pernah aku
kenal. Kerudung yang sekarang ada ditanganmu memang sengaja aku beli untukmu.
Semoga,
kamu bisa menggapai cita-citamu. Doakan aku pula agar aku bisa menjadi arsitek
hebat dan bisa berjumpa denganmu lagi.
Wassalamu’alaikum
wr.wb
Azhar
Mata
Faiza berkaca-berkaca membaca surat Azhar. Ia tak menyangka bahwa Azhar akan
memberinya kenangan yang begitu indah. Ia semakin bersemangat untuk menggapai
impiannya menjadi desainer muda yang sukses.
Tujuh
tahun kemudian, Faiza benar-benar telah membuktikan jeri payahnya. Kini ia
telah menjadi salah satu desainer fashion muslim ternama. Ia sekarang telah
memilki sepuluh butik yang tersebar di Jakarta, Bekasi, Bandung dan Tangerang.
Ia juga bisa membiayai kuliah Afnan. Orangtuanya pun telah kembali dari
Hongkong. Kini mereka telah menempati rumah mewah di salah satu perumahan elit.
Walaupun begitu, Faiza dan keluarga tak pernah lupa untuk berbagi. Mereka
sering mengunjungi panti asuhan, panti jompo dan gelandangan untuk berbagi.
Kebahagiaan yang dulu pernah mereka rindukan, kini bisa mereka rasakan kembali.
Saat ada
reuni sekolah, tak disangka bahwa Faiza akan bertemu dengan Azhar. Kini Azhar
telah menjadi seorang arsitek muda, yang namanya mulai dikenal oleh banyak
orang. Disana Faiza juga bertemu dengan Fatma dan Nina yang kini juga telah
sukses pada karir masing-masing.
Dua hari setelah acara
reuni itu, Azhar datang ke butik pusat milik Faiza. Ditemuinya Faiza yang
sedang serius menggambar desain baju terbarunya.
“ Assalamu’alaikum, Faiza.”
Sapa Azhar.
“Wa’alaikumussalam, eh
Azhar. Silahkan duduk. Ada apa?
“ Gini Za, kamu kan
sekarang udah jadi desainer terkenal, aku mau minta bantuan sama kamu, boleh
kan?.” Tanya Azhar.
“ Masih belajar kok, Har.
Emang aku mesti apa?
“Aku mau dibikinin gaun
pengantin yang indah.”
“Gaun pengantin? Memangnya
untuk siapa? Dan buat apa?”
“ Buat calon istriku,
namanya Aliya. Aku ingin dihari pernikahan nanti, dia tampil cantik dengan gaun
pengantin indah karya Faiza.”
Detak
jantung Faiza serasa berhenti berdetak. Dadanya sesak. Azhar akan menikah
dengan perempuan lain. Jadi, apalah arti penantiannya selama ini. Ia menunggu
Azhar dan berharap bahwa Azhar akan kembali dan meminangnya. Namun, harapan itu
kandas. Azhar akan menempuh hidup baru bersama perempuan lain.
“Za,
Faiza!” panggil Azhar.
“E...e
iya.”
“Kamu
mau kan terima pesanan aku?
“ Ya
Insyaalllah. Tapi aku perlu waktu untuk merancang dan menjahitnya.”
“ Iya,
Za. Itu wajar kok. Untuk ukuran badan sama persis kaya kamu. Makasih ya Za. Aku pamit dulu. Assalamu’alaikum.”
“Sama-sama.
Wa’alaikumussalam.”’
Dalam
hatinya ada rasa sakit yang tidak bisa ia ungkapkan. Tapi, sekali lagi dia
harus tetap berhusnuzan kepada Allah. Mungkin Allah telah menyiapkan seseorang
yang lebih baik baginya. Dia ingin gaun yang Azhar pesan bisa terselesaikan
dengan cepat dan dengan hasil yang memuaskan. Hatinya mulai mengikhlaskan Azhar
untuk wanita lain. Ia ingin gaun yang dibuatnya nanti terlihat indah saat
dipakai oleh calon istri Azhar.
Dalam
waktu sebulan Faiza telah menyelesaikan gaun buatannya. Gaun itu berwarna
putih, dengan hiasan bunga yang menambah apik orang yang melihatnya. Azhar pun
segera datang ke butik Faizah. Ia sangat tertegun melihat indahnya gaun
pengantin itu. Selain mengambil gaun pesanannya itu, ia juga bermaksud
mengundang Faiza pada acara makan malamnya. Dia akan memperkenalkan kedua
orangtuanya dan Aliya kepada Faiza, Fatma dan Nina.
“ Jangan
lupa ajak orangtuamu sama Afnan ya. Aku juga undang orangtua Fatma dan
Nina.”pesan Azhar.
Malam
ini acara makan malam Azhar. Faiza datang ke acara itu bersama kedua
orangtuanya dan Afnan. Sudah banyak orang disana, termasuk Fatma dan Nina yang
juga datang bersama orangtua mereka. Jam sudah menunjukkan pukul 20.30 WIB, itu
artinya acara akan segera dimulai. Faiza sudah tidak sabar ingin melihat Aliya,
calon istri Azhar. Walaupun nanti hatinya akan merasa sakit. Tapi malam itu, ia
siap untuk melihat apapun yang terjadi. Ia akan mengikhlaskan segalanya. Benar
saja, saat acara dimulai, Azhar naik ke atas panggung kecil bersama dua
orangtua dan seorang wanita berjilbab yang cantik. Azhar mulai memperkenalkan
mereka. Kedua orangtua itu adalah ayah dan ibunya yang selama ini sudah merawat
dan membesarkannya, dan yang telah membuatnya menjadi seorang arsitek. Kini
giliran Azhar memperkenalkan wanita berjilbab itu.
“Saudara-saudara
sekalian, wanita yang ada disamping saya adalah
salah satu wanita yang ada dibalik kesuksesan saya. Dia yang selama ini
selalu mensuport saya. Namanya Aliya.”
Faiza
dan semua orang yang ada disitu telah mengetahui calon istri Azhar. Walaupun
hatinya sakit, ia tetap duduk dikursinya. Tubuhnya masih terasa kaku saat Azhar
memperkenalkan Aliya. Semua orang tersenyum dan bertepuk tangan. Namun, Azhar
kembali melanjutkan bicaranya.
‘’
Tetapi Aliya ini bukanlah calon istrinya. Dia adalah adik kandung saya. Allah
telah mempertemukan saya dengan seorang wanita shaleha yang juga bernama Aliya.
Sudah lama saya memendam perasaan padanya. Dan malam ini saya baru bisa
mengungkapkannya. Dia adalah seorang wanita yang telah sukses menjalani
karirnya sebagai seorang desainer. Arinda Faizatul Aliya atau yang kita kenal
Faiza. Faiza, apakah kamu bersedia menjadi penghujung mawaddahku?.” Pinta Azhar
dengan pandangan tertuju kepada Faiza.
Semua
orang memandang Faiza. Tiba-tiba Fatma berkata “ Terima, terima, terima”.
Kalimat itu kemudian diikuti oleh semuanya termasuk Afnan. Faiza memandang
kedua orangtuanya, dan mereka memberi isyarat dengan anggukan kepala dan
kedipan mata. Maka tak ada alasan lagi bagi Faiza untuk menerima pinangan dari
Azhar. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Aliya yang dimaksud Azhar adalah
dirinya. Ia juga tak menyangka bahwa Azhar akan meminangnya dengan cara yang
hampir membuat hatinya tersayat sembilu. Semua orang bertepuk tangan dan
mengucapkan selamat kepada keduanya.
Empat
hari setelah acara malam itu, Azhar dan Faiza melangsungkan akad nikah. Faiza
terlihat cantik dan anggun dengan gaun indah buatannya yang waktu itu dipesan
oleh Azhar. Azhar pun terlihat gagah dengan jas hitam dan kemeja putih. Mereka telah
menemukan penghujug mawaddahnya dengan menjadi sepasang suami istri yang
mengikatkan janji atas nama Allah.
TAMAT.