Jumat, 20 Mei 2016

CERPEN CINTA ISLAMI



PENGHUJUNG MAWADDAHKU
Semilir angin malam menyergap dan menusuk hingga tulang rusuk. Sisa hujan sore tadi masih tersisa dengan suara lirih gerimis. Hanya ada Faiza dan adiknya, Afnan didalam sebuah rumah kontrakan kecil itu. Kedua orangtuanya mengadu nasib ke negeri seberang, karena usaha konveksi dan kios baju milik orangtuanya bangkrut. Rumah mewah, mobil, motor dan perlengkapan mewah yang dulu mereka miliki telah mereka jual untuk membayar semua hutang. Hanya ada perlengkapan rumah tangga seadanya dan sebuah sepeda motor yang biasa digunakan Faiza dan Afnan untuk berangkat ke sekolah. Dalam gelap malam itu, mereka merindukan kehadiran kedua orangtuanya.  Mereka ingin agar orangtuanya bisa cepat kembali. Mereka juga akan selalu ingat pesan kedua orangtuanya sebelum pergi, bahwa mereka harus selalu saling menjaga, menyayangi dan bersama dalam keadaan apapun.
Embun pagi menjadi aroma tersendiri bagi alam. Semua orang telah siap untuk menjemput rezekinya. Dengan berpakaian seragam dan balutan jilbab panjang, Faiza telah siap untuk berangkat ke sekolah. Dia duduk dibangku kelas XII IPS Madrasah Aliyah. Sedangkan Afnan masih duduk di bangku kelas X SMK jurusan IT. Keduanya sama-sama mendapat beasiswa dari pihak sekolah, karena termasuk siswa berprestasi.
Seperti biasa, sebelum berangkat ke sekolah Faiza dan Afnan harus mengantar koran terlebih dahulu dan mengambil gorengan dan kue untuk nantinya mereka jual di sekolah. Setelah selesai mengantar koran, Faiza langsung mengantar Afnan ke sekolah dan baru kemuadian ia berangkat dengan sepeda motornya.
Sesampainya disekolah Faiza langsung mendapat sambutan hangat dari Fatma dan Nina, sahabat dekatnya sejak masih duduk dibangku Madrasah Tsanawiyah. Fatma dan Nina mengerti betul keadaan Faiza sekarang. Mereka tahu bahwa Faiza bukan orang yang suka meminta dan ingin dikasihani, sehingga cara mereka membantu sahabatnya adalah dengan membantu Faiza menjual dagangannya.
Adalah sosok Azhar, pemuda tampan, berkharisma dan mantan ketua OSIS di madrasah itu. Hampir semua gadis mengagumi  dan menyukainya, termasuk Fatma dan Faiza. Banyak gadis yang menyatakan persaannya pada Azhar, namun tidak ada satupun yang terbalas cintanya. Hanya Fatma yang kini menjadi obrolan hangat anak-anak karena kedekatannya dengan Azhar. Menurut mereka Azhar memang cocok dengan Fatma. Azhar seorang pemuda yang tampan, pintar dan berkharisma, sedangkan Fatma adalah gadis cantik keturunan Arab bermata lebar dan berhidung mancung. Namun, kabar itu tak pernah dihiraukan Azhar karena antara dirinya dan Fatma memang tidak ada hubungan apapun. Sedangkan Faiza, dia tidak terlalu dekat dengan Azhar. Dia juga tidak pernah menceritakan tentang perasaan yang ia pendam untuk Azhar kepada dua sahabatnya itu. Apalagi dia tahu betul kalau Fatma juga menyukai Azhar. Hanya Allah saja yang tahu tentang segala isi hatinya.
Hampir empat bulan setelah kepergian orangtuanya ke Hongkong, Faiza merasakan ada perubahan pada adiknya. Sepeda motor yang biasa dibawa olehnya, kini diminta oleh Afnan. Afnan juga jarang pulang, dengan alasan ada tugas kelompok, bicaranya pun menjadi sedikit kasar dan terkadang membentak Faiza. Suatu hari, saat Faiza sedang membersihkan kamar adiknya itu, ia mendapati sebuah botol yang masih tersisa sedikit alkohol, satu kaleng lem dan sebungkus rokok yang masih tersisa satu batang. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya.
“Ya Allah, apa mungkin Afnan........Astaghfirullah, aku nggak boleh su’uzan dulu. Semoga dugaanku salah. Afnan nggak mungkin mencoba barang haram ini.” Katanya dalam hati.
Handphone nya berbunyi. Ada panggilan masuk dari nomor yang ia tidak ketahui.
“Assalamu’alaikum. Selamat pagi. Betul ini dengan orangtua Afnan?.” Sapa Pak Haryo, Kepala Sekolah Afnan.
“ Wa’alaikumussalam. Betul, saya kakaknya. Maaf ini siapa ya? “ jawab Faiza.
“ Kami dari pihak sekolah, saya Pak Haryo Kepala Sekolah SMK IT Tunas Bangsa.
“ Iya Pak, maaf ada apa ya, Pak?.”
“Afnan sudah dua minggu tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Apa dia sakit?.”
“ Afnan dua minggu tidak sekolah, Pak?. Memang sudah tiga hari ini dia tidak pulang kerumah, katanya ada tugas kelompok yang harus segera diselesaikan. Tetapi sebelum-sebelumnya dia selalu berangkat ke sekolah, dia juga pamit sama saya, Pak. “
“ Memang akhir-akhir ini saya mendapat pengaduan dari guru pengampu kelasnya, kalau Afnan sering tidak mengikuti pelajaran, dan terakhir dia dipergoki sedang merokok di belakang sekolah.”
“Astaghfirullah... “
“ Saya mohon agar kakak Afnan mau mendampingi  dan menasehati Afnan. Ini demi kebaikan Afnan. Apalagi dia penerima beasiswa. Kami pihak sekolah tidak bisa mempertahankan beasiswanya kalau Afnan masih seperti ini.”
“Iya, Pak. Saya pasti akan nasehati dia. Terimakasih atas infonya, Pak.”
Sore harinya, Afnan pulang dengan sepeda motornya. Tanpa mengucap salam terlebih dahulu, ia langsung masuk kedalam rumah. Faiza yang sedang duduk diruang tamu langsung bertanya kepada Afnan.
“Habis darimana kamu?.” Tanya Faiza
“Bukan urusan kakak.” Jawabnya ketus.
“Bukan urusan kakak kamu bilang? Kamu bolos sekolah dua minggu, ngrokok, ngelem bahkan mabuk, kamu bilang bukan urusan kakak?”
“ Terus kenapa kalau aku kaya gitu? Kak, aku udah gede. Aku bukan anak kecil yang bisa diatur seenak hati kakak. Jadi kakak nggak usah ikut campur urusan aku.” Jawabnya dengan nada meninggi.
“Astaghfirullah. Sejak kapan kamu jadi kaya gini Af?” tanya Faiza sambil menangis.
“Aku udah bosen, Kak. Aku mau pergi dari sini. Kakak nggak usah nyariin aku.” Bentak Afnan.
Maka, Afnan pun benar-benar pergi dari rumah dengan sepeda motornya. Faiza hanya bisa menangis. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ia juga terus mencari dimana keberadaan Afnan. Namun, hasilnya nol. Kini ia hanya bisa berdoa dan bermunajat kepada Allah swt. agar adiknya pulang dan dapat kembali menjadi seperti yang dulu.
Suatu pagi saat Faiza akan berangkat ke sekolah, ia mendapat telefon dari rumah sakit, yang memberi tahu bahwa adiknya sedang dirawat dirumah sakit karena kecelakaan. Faiza segera menuju ke rumah sakit. Ia ingin melihat kondisi adiknya. Sesampainya disana ia mendapati Afnan masih tergolek lemah dan tidak sadarkan diri.  Kepala, tangan kanan dan kaki kanannya juga diperban. Dokter mengatakan bahwa Afnan mengalami gegar otak ringan, namun kaki kanannya patah dan harus dipasang pen. Untuk perawatan dan pemasangan pen akan menghabiskan biaya sekitar sepuluh juta.
“ Dari mana aku dapetin uang sebanyak itu? Nggak mungkin aku bilang sama ayah ibu, nanti mereka pasti akan sedih. Ya Allah, tolonglah hambaMu ini.” Desah Faizah dalam batinnya.
Siang harinya, Fatma, Nina dan Azhar menjenguk Afnan dirumah sakit. Faiza juga menceritakan bahwa ia butuh uang sepuluh juta untuk biaya adiknya. Kali ini Faiza benar-benar butuh bantuan dari para sahabatnya. Dengan senang hati, mereka mau membantu Faiza. Dalam waktu dua hari, uang sepuluh juta berhasil dikumpulkan oleh Fatma, Nina dan Azhar. Mereka menarik sumbangan dari teman-teman sekolah, pihak sekolah dan orangtua mereka masing-masing. Kini Afnan bisa menjalani perawatan intensif dan pemasangan pen di kakinya. Tak lupa, Faiza pun mengucap syukur kepada Allah dan berterimakasih kepada sahabat-sahabatnya yang sudah banyak membantunya.
Diam-diam Azhar selalu memperhatikan Faiza. Ada rasa kagum dan perasaan lain dalam hatinya. Menurutnya, Faiza adalah wanita langka yang pernah ia kenal. Faiza adalah gadis yang shaleha, pendiam, sabar dan yang pasti dia selalu menjaga dirinya dari lelaki. Apalagi dia banyak mengetahui tentang Faiza dari Fatma. Ya, karena kedekatannya dengan Fatma, Fatma sering bercerita tentang Faiza kepada Azhar. Dari situlah Azhar mulai menyimpan rasa kepada Faiza.
            Semenjak kecelakaan yang menimpa Afnan, hubungan dengan kakaknya kian membaik. Ia juga menyesali kesalahan yang telah ia perbuat. Ia meminta maaf kepada kakaknya. Ia berjanji tidak akan mengulanginya kembali. Alangkah mulia hati Faiza, ia sudah memaafkan segala kekhilafan adiknya. Ia teringat pesan orangtuanya, bahwa ia dan adiknya harus selalu saling menjaga, menyayangi dan bersama dalam keadaan apapun. Hari-harinya ia sibukkan untuk merawat Afnan agar Afnan segera pulih dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi.
            Ujian Nasional telah selesai dilalui. Kini, Faiza, Fatma, Nina dan Azhar tinggal menunggu hasil pengumumannya. Rasanya sudah tidak sabar bagi mereka untuk mengetahui hasil ujian mereka. Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Saat acara pelepasan siswa, mereka dinyatakan lulus. Fatma menduduki peringkat pertama untu jurusan IPS, Faiza diurutan ketiga, dan Nina diurutan kelima. Sedangkan Azhar sudah pasti ada di urutan pertama untuk jurusan IPA. Semua gadis menyoraki dan memberi tepuk tangan yang meriah untuknya. Bahkan kalimat “ Azhar, I love you” juga sempat terdengar, namun entah siapa yang melontarkan. Semua orang bergembira dalam acara itu, tapi bagi Faiza, Fatma dan Nina tidak. Mereka akan berpisah. Fatma mendapat beasiswa kuliah di Australia, sedangkan Nina akan kuliah di Malaysia mengikuti jejak kakaknya. Tinggalah Faiza seorang diri yang masih menetap di tempat yang sama. Ia memutuskan untuk bekerja, agar bisa membantu beban kedua orangtuanya.
            Suatu siang saat Faiza sedang menunggu angkutan untuk pulang, tiba-tiba berhenti seorang lelaki dengan bersepeda motor tepat didepannya. Lelaki itu ternyata Azhar. Azhar menawarinya boncengan untuk mengantar hingga kerumahnya. Sebetulnya ia ingin menolak, namun rasa pegal dikakinya sudah tak bisa ia tahan lebih lama. Ia pun mengiyakan tawaran Azhar. Jam menunjukkan pukul 14.00 WIB, mereka memutuskan untuk shalat dzuhur terlebih dahulu karena mereka sama-sama belum menunaikannya. Azhar menjadi imam shalat bagi Faiza. Selepas shalat jantung Faiza serasa berdegup lebih kencang. Ia tak menyangka, bahwa ia akan bersama Azhar dalam keadaan seperti ini. Segera ia beristighfar, ia tak mau setan menggodanya lebih dalam lagi.
Sebelum mengantarkan Faiza pulang, Azhar meminta Faiza menemaninya ke toko krudung didekat situ. Ia ingin membeli oleh-oleh untuk ibunya di Aceh. Faiza pun bersedia menemani dan ikut memilihkan krudung untuk ibu Azhar.
“ Za, menurut kamu yang ini bagus nggak? Ibuku suka krudung yang lebar, sama kaya kamu.” Tanya Azhar.
“ Bagus kok. Warnanya juga cantik. Pasti ibu kamu bakalan cantik banget pake krudung ini.”
“Oke,oke. Kalo yang warna pink ini?”
“Menurut aku, kayanya lebih bagus yang biru ini.” Jawab Faiza.
“Ya udah. Saya ambil dua ya mba.” Pinta Azhar kepada pelayan toko itu.
Azhar pun kemudian mengantar Faiza pulang. Ada rasa bahagia saat terakhirnya di Tangerang, ia bisa mengantar Faiza pulang kerumahnya. Esok harinya ia sengaja membuat janji untuk bertemu Fatma. Ia meminta maaf kepada Fatma, bahwa ia tidak bisa membalas cintanya. Ia juga pamit kepada Fatma, bahwa ia akan pulang ke Aceh. Ia akan kuliah disana. Dengan besar hati, Fatma menerima segala keputusan Azhar. Ia tahu bahwa rasa cinta tidak bisa dipaksakan. Mungkin Azhar memang bukan jodohnya. Ada orang lain yang sudah Allah siapkan untuk dirinya.
            Suatu pagi saat Faiza sedang menyapu teras rumah, ada seorang agen pengiriman barang yang mengantar suatu barang kepada Faiza. Tertera di bungkus barang itu seorang pengirim bernama Azhar. Matanya melebar. Untuk apa Azhar mengirim barang ini? Faiza pun membuka barang itu. Ternyata sebuah kerudung berwarna biru yang dibeli Azhar bersamanya dua hari yang lalu. Ia pun membaca sepucuk surat dari Azhar.
Assalamu’alaikum wr.wb
Teruntuk: Faiza.
Faiza, mungkin saat kiriman ini sampai kepadamu, aku telah berangkat ke Aceh. Aku pulang ke Aceh dan akan kuliah disana. Maafkan aku jikalau aku pernah menyakitimu. Aku merasa kagum padamu. Kamu adalah wanita langka yang pernah aku kenal. Kerudung yang sekarang ada ditanganmu memang sengaja aku beli untukmu.
Semoga, kamu bisa menggapai cita-citamu. Doakan aku pula agar aku bisa menjadi arsitek hebat dan bisa berjumpa denganmu lagi.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Azhar
Mata Faiza berkaca-berkaca membaca surat Azhar. Ia tak menyangka bahwa Azhar akan memberinya kenangan yang begitu indah. Ia semakin bersemangat untuk menggapai impiannya menjadi desainer muda yang sukses.
Tujuh tahun kemudian, Faiza benar-benar telah membuktikan jeri payahnya. Kini ia telah menjadi salah satu desainer fashion muslim ternama. Ia sekarang telah memilki sepuluh butik yang tersebar di Jakarta, Bekasi, Bandung dan Tangerang. Ia juga bisa membiayai kuliah Afnan. Orangtuanya pun telah kembali dari Hongkong. Kini mereka telah menempati rumah mewah di salah satu perumahan elit. Walaupun begitu, Faiza dan keluarga tak pernah lupa untuk berbagi. Mereka sering mengunjungi panti asuhan, panti jompo dan gelandangan untuk berbagi. Kebahagiaan yang dulu pernah mereka rindukan, kini bisa mereka rasakan kembali.
Saat ada reuni sekolah, tak disangka bahwa Faiza akan bertemu dengan Azhar. Kini Azhar telah menjadi seorang arsitek muda, yang namanya mulai dikenal oleh banyak orang. Disana Faiza juga bertemu dengan Fatma dan Nina yang kini juga telah sukses pada karir masing-masing.
Dua hari setelah acara reuni itu, Azhar datang ke butik pusat milik Faiza. Ditemuinya Faiza yang sedang serius menggambar desain baju terbarunya.
“ Assalamu’alaikum, Faiza.” Sapa Azhar.
“Wa’alaikumussalam, eh Azhar. Silahkan duduk. Ada apa?
“ Gini Za, kamu kan sekarang udah jadi desainer terkenal, aku mau minta bantuan sama kamu, boleh kan?.” Tanya Azhar.
“ Masih belajar kok, Har. Emang aku mesti apa?
“Aku mau dibikinin gaun pengantin yang indah.”
“Gaun pengantin? Memangnya untuk siapa? Dan buat apa?”
“ Buat calon istriku, namanya Aliya. Aku ingin dihari pernikahan nanti, dia tampil cantik dengan gaun pengantin indah karya Faiza.”
Detak jantung Faiza serasa berhenti berdetak. Dadanya sesak. Azhar akan menikah dengan perempuan lain. Jadi, apalah arti penantiannya selama ini. Ia menunggu Azhar dan berharap bahwa Azhar akan kembali dan meminangnya. Namun, harapan itu kandas. Azhar akan menempuh hidup baru bersama perempuan lain.
“Za, Faiza!” panggil Azhar.
“E...e iya.”
“Kamu mau kan terima pesanan aku?
“ Ya Insyaalllah. Tapi aku perlu waktu untuk merancang dan menjahitnya.”
“ Iya, Za. Itu wajar kok. Untuk ukuran badan sama persis kaya kamu.  Makasih ya Za. Aku pamit dulu. Assalamu’alaikum.”
“Sama-sama. Wa’alaikumussalam.”’
Dalam hatinya ada rasa sakit yang tidak bisa ia ungkapkan. Tapi, sekali lagi dia harus tetap berhusnuzan kepada Allah. Mungkin Allah telah menyiapkan seseorang yang lebih baik baginya. Dia ingin gaun yang Azhar pesan bisa terselesaikan dengan cepat dan dengan hasil yang memuaskan. Hatinya mulai mengikhlaskan Azhar untuk wanita lain. Ia ingin gaun yang dibuatnya nanti terlihat indah saat dipakai oleh calon istri Azhar.
Dalam waktu sebulan Faiza telah menyelesaikan gaun buatannya. Gaun itu berwarna putih, dengan hiasan bunga yang menambah apik orang yang melihatnya. Azhar pun segera datang ke butik Faizah. Ia sangat tertegun melihat indahnya gaun pengantin itu. Selain mengambil gaun pesanannya itu, ia juga bermaksud mengundang Faiza pada acara makan malamnya. Dia akan memperkenalkan kedua orangtuanya dan Aliya kepada Faiza, Fatma dan Nina.
“ Jangan lupa ajak orangtuamu sama Afnan ya. Aku juga undang orangtua Fatma dan Nina.”pesan Azhar.
Malam ini acara makan malam Azhar. Faiza datang ke acara itu bersama kedua orangtuanya dan Afnan. Sudah banyak orang disana, termasuk Fatma dan Nina yang juga datang bersama orangtua mereka. Jam sudah menunjukkan pukul 20.30 WIB, itu artinya acara akan segera dimulai. Faiza sudah tidak sabar ingin melihat Aliya, calon istri Azhar. Walaupun nanti hatinya akan merasa sakit. Tapi malam itu, ia siap untuk melihat apapun yang terjadi. Ia akan mengikhlaskan segalanya. Benar saja, saat acara dimulai, Azhar naik ke atas panggung kecil bersama dua orangtua dan seorang wanita berjilbab yang cantik. Azhar mulai memperkenalkan mereka. Kedua orangtua itu adalah ayah dan ibunya yang selama ini sudah merawat dan membesarkannya, dan yang telah membuatnya menjadi seorang arsitek. Kini giliran Azhar memperkenalkan wanita berjilbab itu.
“Saudara-saudara sekalian, wanita yang ada disamping saya adalah  salah satu wanita yang ada dibalik kesuksesan saya. Dia yang selama ini selalu mensuport saya. Namanya Aliya.”
Faiza dan semua orang yang ada disitu telah mengetahui calon istri Azhar. Walaupun hatinya sakit, ia tetap duduk dikursinya. Tubuhnya masih terasa kaku saat Azhar memperkenalkan Aliya. Semua orang tersenyum dan bertepuk tangan. Namun, Azhar kembali melanjutkan bicaranya.
‘’ Tetapi Aliya ini bukanlah calon istrinya. Dia adalah adik kandung saya. Allah telah mempertemukan saya dengan seorang wanita shaleha yang juga bernama Aliya. Sudah lama saya memendam perasaan padanya. Dan malam ini saya baru bisa mengungkapkannya. Dia adalah seorang wanita yang telah sukses menjalani karirnya sebagai seorang desainer. Arinda Faizatul Aliya atau yang kita kenal Faiza. Faiza, apakah kamu bersedia menjadi penghujung mawaddahku?.” Pinta Azhar dengan pandangan tertuju kepada Faiza.
Semua orang memandang Faiza. Tiba-tiba Fatma berkata “ Terima, terima, terima”. Kalimat itu kemudian diikuti oleh semuanya termasuk Afnan. Faiza memandang kedua orangtuanya, dan mereka memberi isyarat dengan anggukan kepala dan kedipan mata. Maka tak ada alasan lagi bagi Faiza untuk menerima pinangan dari Azhar. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Aliya yang dimaksud Azhar adalah dirinya. Ia juga tak menyangka bahwa Azhar akan meminangnya dengan cara yang hampir membuat hatinya tersayat sembilu. Semua orang bertepuk tangan dan mengucapkan selamat kepada keduanya.
Empat hari setelah acara malam itu, Azhar dan Faiza melangsungkan akad nikah. Faiza terlihat cantik dan anggun dengan gaun indah buatannya yang waktu itu dipesan oleh Azhar. Azhar pun terlihat gagah dengan jas hitam dan kemeja putih. Mereka telah menemukan penghujug mawaddahnya dengan menjadi sepasang suami istri yang mengikatkan janji atas nama Allah.  TAMAT.












                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 



                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            

Cerita Pendek Cinta



MOVE ON!
Kenalin, namaku Lavina Nadya Artha. Aku akrab dipanggil Nadya. Aku mahasiswa manajemen semester tujuh disalah satu perguruan tinggi di tempat tinggal aku ini. Biarpun ambil manajemen, aku punya kerjaan sambilan jadi jurnalis, yang mesti panas-panasan cari berita ter up to date. Orang-orang bilang kalau aku cewek tomboy, ya emang iya sih. Tapi biarpun tomboy, aku pake jilbab lho. Aku pengen ngejalanin perintah agama aku, Islam Way of Life. Aku punya soulmate namanya Winda. Dia ngefans banget sama pembalap Rio Haryanto. Kalau dia tahu Rio bakal meet and greet, pasti dia ngajakin aku. Aku sih enjoy aja, soalnya kesempatan, kan ladang rezeki buat aku. Satu lagi tentang soulmateku ini, dia itu rempong banget, kalo dandan lamanya minta ampun. Pernah aku ngajakin dia ke kedai es krim langgananku, pas aku sampai rumahnya, aku nungguin dia hampir satu setengah jam. Ya ampun lama banget, padahal cuma mau makan es krim aja. Semenjak itu, aku nggak pernah ngajakin Winda pergi kalau pas dia lagi santai dirumah.
Suatu siang, aku sengaja ke taman kampus buat nyelesein tugas. Tiba-tiba aku dikagetin sama suara cowok. Bisa aku tebak, cowok itu adalah Genta. Dia itu adik tingkatku, tapi usia kita sama. Kok bisa? Sebenernya, dia itu udah semester tujuh kaya aku, tapi dia bolak-bailk di DO di dua perguruan tinggi yang berbeda gara-gara sering jadi provokator mahasiswa pas demonstrasi, sering nggak masuk kuliah, dan telat bayar uang semesteran. Sekarang dia satu kampus sama aku. Padahal aku sama dia kaya kucing sama anjing. Dia sering jahilin aku pas masih sekolah dulu. Yang paling aku sebel sama dia, dia sering ngambil es krim ke kantin, dan bilang ke penjualnya kalau es krim itu aku yang bakal bayarin. Huh,. Tapi kenapa sekarang aku sama dia bisa deket? Ada ceritanya nih. Jadi sewaktu dia awal masuk kuliah dikampus ini, dia minta aku bantuin dia ngerjain semua tugas kuliahnya. Katanya, kuliah ini mesti bener-bener lulus. Kalau sampe gak lulus, dia bakalan dikirim ke asrama dan nggak dapat warisan orangtuanya. Jelaslah aku nggak mau bantuin dia. Tapi dia terus maksa aku, katanya cuma aku yang bisa bantuin dia. Akhirnya aku kerjain dia. Aku mau bantuin dia asal dia mau nyemplung ke kali Grogol. Aku setengah gak percaya, soalnya dia bener-bener nyemplung ke kali Grogol.Terus aku kasih dia tantangan lagi, aku nyuruh dia buat ndeketin cewek yang pas itu lagi duduk sendirian di taman. Pas dia lagi ngobrol sama cewek itu, tiba-tiiba pacar si cewek datang dan  Plak!!! Sakiiiit banget. Satu tamparan dahsyat mendarat di pipi Genta. Sejak saat itu aku jadi nggak tega sama dia. Akhirnya aku bantuin dia dengan syarat dia mesti jadi ojek pribadiku kalau pas aku ngliput berita plus jatah es krim lima hari dalam seminggu. Dia juga setuju sama syarat itu. Oke fix.
Sekarang aku udah lulus. Aku seneng karena IP ku cumloude. Habis lulus aku nyari kerja disana-sini, tapi nggak diterima. Lho kok??? Karena sering banget ditolak, akhirnya aku tetep sama kegiatanku, jadi jurnalis. Sesekali aku sama Genta ke kolong jembatan, berbagi ilmu sama anak jalanan. Entah kenapa hatiku jadi tenang. Aku bahagia bisa berbagi ilmu dan kebahagian bareng mereka.
Hari-hariku yang selalu ceria dan kata orang tanpa beban, sekarang berubah semenjak aku tahu kalau Winda pacaran sama Kak Miko, kakak tingkatku dulu. Dia kapten basket kampus, keren dan yang pasti  pinter. Setelah lulus dia bekerja disalah satu perusaan besar di Jakarta. Hati aku semakin tertusuk pas aku diundang ke acara tunangan mereka. Tapi, aku mau apa? Winda itu sahabatku. Walaupun dia orangnya rempong, tapi dia soulmateku yang slalu ada dalam keadaan apapun. Ya Allah, bantulah hamba untuk mengikhlaskan Kak Miko. Sekarang aku mesti move on lagi.
Suatu hari Genta ngajakin aku ketemu di kedai es krim langganan kita. Katanya sih ada yang mau diomongin. Kepo deh aku.  Ternyata dia mau ngajakin aku wirausaha. Ide bagus sih, tapi mau bisnis apa? Genta pengin buka kedai es krim, alasannya karena dia sama aku sama-sama suka banget es krim. Briliant. Pikiran aku seakan terbuka. Aku pengen jualan es krim sama jajanan kuliner kaya batagor, siomay, kethoprak atau apalah. Tapi kendalanya aku nggak punya modal. Genta bilang, kalau bisnis ini mesti dijalanin bareng, jadi modal pun juga bareng, fifthy-fifthy gitu. U lala. Briliant banget ide Genta. Kayaknya dia bener-bener udah insyaf  kali ye...Hehe. Tapi syukur deh kalo gitu, aku juga seneng ngliatnya.
Nggak terasa sudah satu tahun aku dan Genta ngejalanin bisnis es krim yang kita kasih nama NATA Ice Cream ( Nadya dan Genta Ice Cream). Sekarang NATA Ice Cream sudah punya cabang. Aku sama Genta juga sering disibukkan dengan pesanan es krim dari mulai acara ulang tahun, sunatan, reuni sampe acara pernikahan. Es krim yang kita jual memang sangat disukai konsumen, karena harganya yang terjangkau dan rasanya yang mantap. Maklumlah, kita kan pencinta es krim, jadi tahu gimana rasa es krim yang bener-bener mantap.
Siang itu aku sama Genta capek banget, soalnya kita ada pesanan 1000 es krim dari kampus. Sebelum aku pulang, Genta ngajakin aku makan. Aku langsung setuju, soalnya udah dari pagi perutku sama Genta belum diisi. Sambil nunggu makanan datang, Genta mutar musik di HP nya. Katanya sih lagu kesukaannya. Judulnya Lebih Indah dari Adera.  Saking nikmatinnya, kepalanya sampai manggut-manggut. Genta, Genta. Tak lama kemudian bebarengan sama berhentinya musik, makanan pesanan kita pun datang. Pas aku lagi enak-enaknya makan, tiba-tiba Genta tanya sama aku.
“Nad, lo punya pacar nggak?”
“(aku tersedak dan buru-buru minum) Lo ngapain nanya kayak gitu?”
“ Ya, aku pengen tahu aja. Tapi kalau aku lihat kayaknya sih, lo nggak punya pacar. Siapa juga yang mau pacaran sama cewek galak kaya lo, haha”
“Biarin aja, cowok pada takut sama gue, masalah gitu?”
“Ya masalah donk. Kenapa coba, dulu lo nggak nrima si Tyo jadi pacar lo?. Dia itu anaknya pengusaha, pinter, facenya juga lumayan.”
“Islam itu nggak pernah ngajarin umatnya pacaran. Dan sekarang gue lagi berusaha ngejalanin perintah agama. Salah satunya dengan gue berjilbab dan menghindari pacaran”
“Terus, gimana lo merried kalo lo nggak pacaran? Kan lo mesti kenal dulu sama calon suami lo.”
“Ada cara lain yang jauh lebih baik ketimbang pacaran, yaitu Ta’aruf. Dan kalo emang ada cowok yang suka sama gue, ya dia mesti berani dateng ke rumah gue dan minta izin langsung ke bokap gue. Gue juga nggak minder jadi jomblo. Gue yakin kalo Allah bakalan ngasih jodoh ke aku di waktu yang tepat.
“Terus type cowok lo?”
“Yang pasti shaleh, bisa ngebimbing gue buat jadi istri yang baik, sayang sama keluarga gue dan nggak ngelarang gue buat nglakuin kegiatan yang udah biasa gue lakuin ini. Mau ujan nih. Gue balik dulu ya, makanan gue udah habis. Dah Genta. Assalamu’alaikum.”
****
Akhir-akhir ini aku ngrasa ada yang berubah sama Genta. Perubahan postif pastinya. Biasanya dia selalu dateng terlambat ke kedai, tapi sekarang udah nggak. Dia juga udah nggak malu lagi megang sapu dan kain pel. Terus nih ya, tiap kali adzan berkumandang pasti dia dulu yang selalu ngajakin aku sama semua pegawai buat segera shalat berjamaah. Yang dulunya paling males puasa sunnah, sekarang jadi rajin puasa Senin-Kamis nya. Ya Ampuuun, ini orang kesambet apa ya?
Ngliat perubahan Genta yang 180 derajat itu, aku berencana mau nyelidikin sebabnya, yang pasti tanpa sepengetahuan Genta. Aku baru tahu ternyata Genta sedang menimba ilmu sama seorang ustadz. Aku juga ndengerin suara dia pas lagi ngaji. Emang sih, masih belum lancar, tapi dia terus berusaha. Udah satu minggu aku sering buntutin dia diam-dam. Bibir aku udah gatel banget pengen nanyain langsung ke Genta. Syukur deh kesampean. Lewat cerita Genta, aku sekarang tau, kalo dia pengen jadi manusia yang lebih baik lagi. Katanya dia pengen move on dari kehidupan kelamnya dulu. Aku semakin salut sama dia. Dan enggak tau kenapa, hati aku jadi ngrasain ada sesuatu yang berbeda tiap kali aku sama Genta lagi bareng. Ya Allah, apa mungkin aku suka sama Genta?. Ah. Nggak mungkin. Bibir aku terus menyangkal, tapi hati aku gak bisa bohong. Aku bener-bener suka sama Genta. Tapi, aku gak mungkin membawa Genta masuk kedalam hidup aku yang hina. Aku pendam rasa ini sampai Genta lulus kuliah. Aku nggak pengen Genta tahu. Buat aku, bisa ngejalanin bisnis es krim ini bareng Genta udah cukup bikin aku bahagia.
Dua bulan habis kelulusan Genta, aku dan Genta dapet undangan dari Winda dan Kak Miko. Mereka mau merried. Aku seneng dengernya, nggak ada lagi sakit hati, because bayang-bayang Kak Miko udah hilang dari memori aku. Dan senengnya lagi, mereka pesen es krim ke NATA Ice cream. Sampai pas hari pernikahan, aku dan Genta udah siap buat ngasihin es krim ke tamu undangan yang dateng. Selesai acara, aku sama Genta capek banget. Berhubung semua pegawai juga capek, kedai diliburkan sehari. Pas libur kerja, Genta ngajakin aku refreshing ke Dufan. Asik banget. Rasanya semua beban bener-bener hilang. Habis shalat dzuhur, aku sama Genta pindah ke taman kota. Ngliat bunga-bunga sambil nikmatin es krim. Hmmmm, segeeer.
“Nad, kita merried yuk!” Celetuk Genta yang membuat Nadya tersedak.
“Apa?Lo bilang apa tadi?.” Tanyaku berusaha mastiin kalimat yang baru Genta ucapin.
“ E... Enggak kok. Lupain aja. Kita pulang yuk, udah sore.”
Selama perjalanan pulang, aku sama Genta sama-sama diam seribu bahasa. Sampai didepan rumah, aku mastiin lagi soal kalimat yang Genta lontarin.
“Tadi, lo ngajak gue merried?”
Genta mengangguk dan sedikit ragu.
“Sorry ta, gue nggak bisa.”
“Kenapa Nad? Apa aku nggak pantes jadi imam buat lo? Atau jangan-jangan lo udah punya calon suami?.” Tanya Genta.
“Enggak, bukan itu. Gue nggak ada calon. Lo pantes kok jadi imam buat gue, tapi gue nggak pantes jadi makmum buat lo”.
“Nggak pantes jadi makmum? Lo itu cewek shaleha, lo juga yang selama ini udah ngasih banyak banget perubahan positif buat aku. Aku suka sama lo Nad, makanya aku pengen ngajak lo merried.’’
“Nggak bisa, Ta.”
“Emang apa alasannya sih, Nad?”Lo takut kalau aku nggak bisa ngasih kebahagiaan buat lo? Jawab Genta dengan nada meninggi.
Gue udah kotor, Ta. Gue hina, Gue udah nggak perawan lagi.” Jawabku sambil nangis dan langsung masuk kedalam rumah.
Semenjak kejadian itu, aku slalu ngrasa canggung tiap kali ketemu Genta. Sampai akhirnya Genta ngajakin aku ketemuan. Kali ini dia kembali membahas masalah kemarin. Dia bilang kalau dia nggak mempersoalkan masalah keperawanan aku. Dia siap nerima aku apa adanya. Dia juga bilang kalau dia salut ke aku, karena aku bisa move on dari peristiwa yang hampir bikin aku mau bunuh diri waktu itu. Memang sejak kejadian buruk itu, aku mutusin buat hijrah dan berusaha menjalankan agama dengan sebaik mungkin, salah satunya dengan berjilbab. Aku ngerasa terlindungi, dan hati aku juga jadi tenang. Aku ngliat kalau Genta bener-bener tulus dan sayang sama aku.
Seminggu kemudian, aku dan Genta resmi jadi suami istri. Sama sekali aku nggak pernah nyangka kalau Genta bakalan jadi suamiku, padahal dulu aku sama dia bagaikan anjing dan kucing. Maha Suci Allah yang telah mempertemukan aku sama Genta lewat  NATA Ice Cream ini.